SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J. Vermonte memberikan lima catatan untuk pemerintah terkait penanganan virus Corona. Dilansir dari tempo.co, pertama Philips menilai perlu ada perubahan pola pikir bahwa persoalan ini menyangkut kesehatan masyarakat, bukan isu keamanan.
Philips mengatakan, jika isu Corona dipandang sebagai isu keamanan, maka pemerintah akan cenderung tak transparan demi menghindari kepanikan masyarakat.
"Kalau mindset kita adalah keamanan, instingnya adalah tidak melakukan transparansi karena takut masyarakat panik. Sementara dalam isu public health itu justru yang harus dilakukan keterbukaan," kata Philips di kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 13 Maret 2020.
Kedua, Philips menilai Indonesia perlu belajar dari sejarah terjadinya wabah. Flu terbesar terjadi pada 1918 sehabis Perang Dunia I. Namun setelah itu, kata dia, wabah terjadi bergantian dalam waktu yang semakin rapat.
"Ada SARS, MERS, jaraknya makin dekat," ujar dia. Maka dari itu, Philips mengatakan pola pikir yang harus dibentuk adalah kesiapan, bukan kepanikan.
Ketiga, Philips mengingatkan pusat untuk melibatkan pemerintah daerah dalam penanganan virus Corona. Ia mengatakan pusat harus memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah.
Philips menyinggung adanya kewenangan tertentu oleh pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang. Pemerintah daerah pun memiliki Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang seharusnya dilibatkan.
"Karena kasusnya pandemi, sudah tidak hanya di Jakarta dan masyarakat sudah mudah berpindah-pindah, ini harus desentralisasi," kata Philip.
Keempat, Philips mendorong pemerintah melakukan lebih banyak pengujian sampel. Selama ini, sejumlah pihak mempertanyakan kapasitas sampel di Indonesia yang dinilai masih sedikit.
"Jangan-jangan kalau terlalu sedikit, sampelnya sedikit case-nya sedikit. Pemerintah harus meng-invest untuk melakukan lebih banyak tes," ujar Philips.
Terakhir, Philips mengatakan hal ini harus menjadi catatan bagi Indonesia untuk lebih siap secara struktural. Dia mengatakan tahun lalu sebenarnya ada Rancangan Undang-undang Wabah dalam Prolegnas di Dewan Perwakilan Rakyat.
RUU itu hendak merevisi UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah, tetapi tak rampung. "Padahal di RUU wabah itu banyak hal-hal yang bisa mempersiapkan kita lebih baik," kata Philips.
Tahun ini, DPR memasukkan RUU Penanggulangan Bencana dalam Prolegnas 2020. "Mungkin ini kesempatan memperbaiki kesiapan kita secara struktural," kata Philips.
Philips mengimbuhkan, kepemimpinan yang tegas juga diperlukan dalam penanganan virus yang telah ditetapkan sebagai pandemi ini. Dia mencontohkan, Taiwan memiliki pemerintah yang tegas hingga sedikit korban akibat virus Corona di sana.
Meski berjarak dekat dari Cina yang merupakan episentrum awal penyebaran virus Corona, tercatat ada 50 kasus positif Covid-19 dengan satu korban meninggal. Data ini merujuk website Taiwan Centers for Disease Control. "Kalau kita belajar dari negara-negara lain yang relatif sukses menekan ini adalah yang leadership-nya sangat kuat," ucap dia.
Sumber: Tempo.co