SUKABUMIUPDATE.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menyambut baik rencana pengendalian asap knalpot kendaraan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dilansir dari tempo.co, rencana itu terungkap dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada 19 Februari 2020.
KPBB meminta pemerintah bisa lebih jauh dengan segera menerapkan cukai emisi (karbon) untuk rencananya tersebut. Cukai emisi sudah diusulkan sejak 2010 dalam rangka mengendalikan emisi knalpot kendaraan bermotor karena dianggap menyumbang kepada menurunnya kualitas udara dan perubahan iklim.
"Jadi si pencemar harus membayar untuk mengatasi dampak pencemaran knalpotnya (polluter pay principle)," kata Direktur KPBB Ahmad Safrudin di kantornya, Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Februari 2020.
Menurut Ahmad, cukai knalpot itu termasuk di antara prinsip pembangunan berkelanjutan yang disepakati pada KTT Bumi 1992 di Rio de Jeneiro. Penelitian yang dilakukan KPBB pada 2017 juga menunjukkan transportasi jalan raya di Indonesia menghabiskan 63,1 juta kiloliter BBM (33,9 juta kiloliter bensin dan 29,26 juta kiloliter solar).
Itu setara mengotori atmosfer dengan 173 juta ton CO2e Business As Usual (BAU)--situasi tidak melakukan upaya apapun dalam memitigasi CO2--dan berpotensi menjadi 470 juta ton CO2e pada 2030 atau 16,66 persen dari total gas rumah kaca nasional.
Emisi sebesar itu, kata Ahmad, bisa menggagalkan komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement 2015 dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030. Selain emisi tersebut juga membebani anggaran pemerintah karena harus menyediakan BBM yang besar.
Pemilik motor mengganti knalpotnya yang bising dengan knalpot standar di Mapolrestabes Bandung, 16 Februari 2015. Ratusan kendaraan bermotor terjaring operasi akibat menggunakan knalpot bising. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
"Cukai emisi adalah usulan pengendalian emisi yang kami usung sejak 2010 dalam rangka mengendalikan emisi knalpot kendaraan bermotor," kata Ahmad sambil menambahkan, "Cukai emisi diberlakukan dengan cara pengenaan cukai terhadap kendaraan yang tidak mampu memenuhi standar emisi."
Sebaliknya kendaraan yang emisi karbonnya memenuhi standar akan diberi insentif tunai yang diambil dari dana cukai emisi yang sudah terkumpul dari kendaraan yang gagal memenuhi standar (feebate/ rebate tax scheme). “Dengan demikian, kendaraan yang emisi carbonnya lebih rendah, maka harga pembeliannya menjadi lebih murah dan diminati masyarakat,” kata Ahmad.
Langkah ini juga sejalan dengan penerapan mandat PP 41/ 2013 yang diperbarui dengan PP 73/ 2019 untuk penerapan kendaraan beremisi karbon rendah. Sejalan juga dengan penerapan mandat Perpres 22/ 2017 tentang rencana umum energi nasional yang mengamanatkan penerapan fuel economy standard paling lambat mulai 2020 dengan tujuan mencapai efisiensi atau konservasi energi untuk sektor transportasi. “Dipertegas dengan Perpres 55/ 2019 tentang kendaraan bermotor listrik berbasis baterai,” tambah dia.
Sumber: Tempo.co