SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan Ujian Nasional (UN) tidak dihapus.
"Jadi, UN bukan dihapus. Diganti formatnya, dikembalikan pada esensi semangat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu mengukur penilaian kompetensi minimum," kata Nadiem dalam Diskusi Standar Nasional Pendidikan, di Hotel Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019.
Nadiem menjelaskan, sekolah tak dipaksa untuk menggunakan format UN jika belum siap berubah.
"Ini bukan pemaksaan. Mereka boleh menggunakan kalau mereka belum siap berubah, belum siap melakukan metode baru. Silahkan gunakan soal dari USBN, silahkan gunakan dari UN kalau memang itu cara tercepat kalau memang belum siap tapi sudah tidak ada lagi paksaan," ujarnya.
Nadiem menegaskan, ujian kelulusan adalah hak dan ketentuan sekolah sesuai Undang-Undang Sisdiknas. Bagi guru dan kepala sekolah yang ingin melakukan penilaian lebih kognitif, berdasarkan portofolio, essay, prestasi, dan kompetensi itu diperbolehkan. "Sekarang dimerdekakan. Jadi, monggo," katanya.
Menteri berusia 35 tahun itu mengatakan, bagi yang ingin maju ke depan, bergerak dan bertransformasi, kini tak ada lagi paksaan. Setelah ini, dia menyebut guru akan melalui proses pemikiran di mana menginterpretasi adalah kebijakan merdeka belajar.
Selain itu, Nadiem menjelaskan, UN cenderung terlalu padat oleh mata pelajaran. Sehingga membuat materi dan semua silabus harus dimasukkan ke dalam UN.
"Di situlah cara tercepat untuk mendapatkan angka tinggi di UN adalah untuk menghafal. Ini bukan perdebatan. Ini kenyataan yang terjadi di lapangan karena banyak sekali guru stres karena penilaian sekolahnya. Siswa dan orangtua stres karena seleksi dia ketahap berikutnya bergantung kepada angka ini," katanya.
Nadiem menegaskan hal itu bukanlah maksud dari UN. Mestinya UN adalah penilaian sistem pendidikan dan tolak ukur. Menurutnya, tidak mungkin prestasi kita ditentukan oleh suatu tes pilihan ganda. "Makanya sesuai undang undang, penilai murid hanya oleh satu orang, yaitu guru. Karena guru paling mengenal anak itu."
Sumber: Tempo.co