SUKABUMIUPDATE.com - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi keuntungan industri penerbangan tahun ini menurun. Sebab, sejak perang dagang Amerika Serikat-Cina memanas, jumlah penumpang dan volume kargo merosot.
Dengan kurang dari 1 bulan tersisa pada 2019, IATA telah menurunkan estimasi laba tahunan menjadi US$25,9 miliar. Estimasi yang baru juga lebih rendah, hampir US$10 miliar, dari perkiraan yang disampaikan setahun lalu.
"Ketegangan geopolitik, kerusuhan sosial dan ketidakpastian Brexit berkontribusi pada kondisi bisnis yang lebih rumit," kata IATA, dikutip melalui Bloomberg, Rabu 11 Desember 2019.
Ketidakpastian nasib Boeing Co. 737 Max untuk kembali mengudara semakin membuat kinerja industri penerbangan melambat. “Pertanyaan besar untuk tahun 2020 adalah bagaimana kapasitas akan berkembang, terutama ketika, seperti yang diharapkan, pesawat 737 Max yang di-grounded kembali beroperasi dan pengiriman yang terlambat akan segera tiba,” kata Chief Executive Officer IATA Alexandre de Juniac.
Meskipun unit pesawat berbadan ramping itu sudah dilarang terbang sejak Maret 2019, Boeing masih menlanjutkan proses produksi. Ratusan pesawat yang sudah selesai dirakit disimpan pada penyimpanan sementara sambil produsen asal AS tersebut menunggu regulator untuk mengizinkan Max kembali terbang.
Meski demikian, IATA justru khawatir keberadaan pesawat yang berlebihan akan memperluas kapasitas maskapai terlalu cepat, menahan pertumbuhan tarif, dan menggerus pendapatan dari target yang diharapkan. IATA memperkirakan pendapatan industri penerbangan pada 2020 pada kisaran US$29,3 miliar.
Secara keseluruhan, industri penerbangan di Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin diperkirakan menderita kerugian tahun ini, salah satunya akibat larangan terbang 737 Max. Amerika Utara dengan mudah menjadi wilayah yang paling menguntungkan, menyumbang 65 persen dari pendapatan industri, menurut IATA.
Sumber: Tempo.co