SUKABUMIUPDATE.com - Polda Metro Jaya meringkus enam orang terkait upaya penggagalan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di Kompleks Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, pada Minggu (20/10/2019). Keenam orang yang ditangkap tersebut berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut, kelompok yang tergabung dalam WhatsApp Group (WAG) F ini masih terkait dengan dosen nonaktif ITB, Abdul Basith. Tujuannya, menggagalkan pelantikan presiden.
"Berawal dari adanya grand design besar yang intinya untuk menggagalkan Pelantikan Presiden Indonesia, 20 Oktober," ujar Argo di Polda Metro Jaya, Senin (21/10/2019).
Kaitan kelompok tersebut dengan Abdul Basith, dijelaskan Argo, berawal dari adanya permufakatan untuk menggagalkan pelantikan. Caranya, membuat kaos dengan bahan peledak.
"Pertama, berkaitan Ir AB dengan permufakatan jahatnya. Dalam beberapa pertemuan, dia bisa merekrut tersangka Laode S yang diperintahkan untuk membuat bom rakitan dengan spinnel paku yang high explosive yang bisa melukai orang lain dengan radius 30 meter," jelasnya.
Argo menyebut, tersangka SH masih memiliki hubungan dengan dosen nonaktif IPB Abdul Basith. Sebab, keduanya berkomunikasi terkait rencana penggagalan pelantikan memakai ketapel dan bola karet.
Nantinya, bola karet tersebut digunakan untuk menyerang aparat keamanan yang berjaga di Gedung DPR RI.
"Rencananya menggunakan ketapel dan bola karet. Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui akan dipakai di Gedung DPR untuk menyerang aparat, akan diberikan ke demonstran," kata Argo.
Selain itu, mereka juga memunyai ide dengan melepas delapan ekor monyet di Gedung DPR dan Istana Negara. Hanya, aksi tersebut urung dilakukan.
Keenam tersangka diketahui tergabung dalam WhatsApp Group (WAG) F. Dalam grup tersebut berisi 123 orang dengan lima orang member.
Dalam grup tersebut, mereka berkomunikasi memakai sandi tertentu. Mereka menyebutnya dengan "sandi mirror".
Cara kerja dari "sandi mirror" adalah papan ketik atau keyboard yang ditekuk dari tengah. Hal tersebut dilakukan agar isi percapakan dalam grup tidak diketahui orang banyak.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.
Sumber: Suara.com