SUKABUMIUPDATE.com - Rumah dua lantai di Jalan Bangka XI Nomor 21 A, Jakarta Selatan, yang ditengarai menjadi kantor InsightID itu nampak kosong pada Rabu, 9 Oktober 2019. Tempo sempat mencoba menekan bel, dan mengetuk pagar hitam di depan rumah, namun tak ada tanggapan.
Perusahaan rintisan alias start up ini memang sedang menjadi sorotan. Cerita bermula ketika Facebook menutup 69 akun Facebook, 42 halaman (pages), dan 34 akun instagram yang ditengarai melakukan perilaku tak otentik terkoordinasi (Coordinated Inauthentic Behaviour, CIB) pada 3 Oktober 2019. Seluruh akun tersebut dibuat oleh sebuah perusahaan bernama InsightID.
Perilaku CIB merupakan sebuah pola di mana satu akun atau lebih membagikan konten dengan narasi yang serupa untuk mengaburkan informasi. Konten yang disebar belum tentu hoaks atau menyalahi aturan komunitas seperti sara atau seksual, dalam CIB Facebook membaca pola yang aneh dari cara akun itu menyebar konten.
Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook, Nathaniel Gleicher mengatakan pengikut akun-akun palsu itu mencapai 410 ribu akun per halaman Facebook dan 120 ribu mengikuti setidaknya satu akun Instagram. Adapun mereka membelanjakan sekitar US$ 300 ribu atau setara Rp 4,3 miliar untuk iklan di Facebook.
Konten yang disebarkan oleh akun-akun tersebut rata-rata merupakan propaganda soal keberhasilan pemerintah membangun Papua. Mereka juga menyudutkan gerakan yang mendukung kemerdekaan Papua.
Begini cara kerjanya, akun palsu buatan InsightID akan mengunggah sebuah tautan situs yang mendukung kemerdekaan Papua. Lalu, akun-akun buatan lainnya akan menyerang unggahan soal Papua merdeka itu. Tujuannya, agar masyarakat yang mengikuti perdebatan ini tergiring atau bingung.
Beberapa saat setelah Facebook mengumumkan temuannya ini, situs perusahaan rintisan tersebut, InsightID.Org, tutup. Namun, jejak digital dari perusahaan itu masih ada. Dalam tangkapan layar halam depan situs InsightID disebutkan perusahaan ini memang juga menggarap isu Papua khususnya soal pembangunan sosial ekonomi.
Berdasarkan jejak digital yang beredar, InsightID diketahui beralamat di Jalan Bangka XI. Tempo sempat kebingungan mencari alamat ini, karena sepanjang Jalan Bangka XI tak ditemukan nomor 21 A, yang ada hanya dua rumah bernomor 21 B. Ternyata salah satunya telah diubah, huruf A di rumah 21 A ditambal menjadi dengan huruf B.
Bila diperhatikan dari dekat, huruf B pada rumah berkelir putih itu nampak lebih menonjol ketimbang angka 21. Jika diamati lebih teliti, di baliknya ada huruf A yang ditutupi dengan semacam kertas karton warna putih senada dengan cat tembok, yang membuatnya saru dari kejauhan. Baut yang menancap di huruf B pun nampak baru, berbeda dengan angka 21 yang sudah berkarat dimakan cuaca.
Ketua RT setempat yang enggan disebutkan namanya, menyebut tak mengetahui ada kantor InsightID di rumah itu. Ia mengaku tak terlalu memperhatikan karena aktivitas di rumah tersebut seringkali tertutup. “Karena tertutup saya tidak tahu,” kata dia kepada Tempo, Rabu 9 Oktober 2019.
Sedangkan menurut keterangan salah seorang juru masak restoran di samping rumah tersebut, rumah nomor 21 A memang bukan tempat tinggal, tapi ditempati oleh karyawan.
Alamat InsightID lain yang didaftarkan atas nama salah satu pendirinya, AA, ada di Jalan Dr Sahardjo Nomor 120 A, Jakarta Selatan. Alamat ini adalah kompleks perkantoran Graha Buana yang menyewakan ruangan-ruangan sebagai kantor.
Tak bisa disebut sebagai gedung kantor bertingkat biasanya, Graha Buana lebih tepat digambarkan seperti rumah toko, dengan ruangan lebih luas, dan parkiran beralas tanah yang lebar. Mereka punya 18 ruang kantor yang disewakan dengan berbagai kisaran harga, tergantung luasnya ruangan.
Tempo tak mendapati ada kantor InsightID di sana. Begitu pula menurut keterangan penjaga keamanan, Sodik, dan anak pemilik gedung, Radinal. “Tidak ada nama kantor itu. Mungkin fiktif kalau kata petugas keamanan tidak ada juga,” kata Radinal saat dikonfirmasi Tempo Rabu 9 Oktober 2019.
Kantor-kantor yang nampak ada di sana sekarang hanya Koperasi Simpan Pinjam Berkat Utama, kantor ekspedisi Alatas, kantor lawyer Wijaya Randi, dan kantor debt collector.
Sodik bercerita sempat ada seorang penyewa atas nama AA beberapa tahun lalu, membuka kantor percetakan mug dengan nama Soouve. Untuk meyakinkan Sodik bahkan menunjukkan asbak rokok dengan sablonan nama Soouve.
Namun perusahaan tersebut, kata pria 52 tahun tersebut, hanya bertahan di sana selama satu tahun sebelum pindah ke Jalan Subur, beberapa ratus meter dari Graha Buana.
Menurut data yang diterima Tempo, AA memang sempat membuka domain dengan nama Soouve.com. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Radinal yang mengatakan bahwa Soouve adalah perusahaan milik beberapa mahasiswa salah satu universitas swasta, yang mana AA, dan dua penggawa InsightID lainnya, PM, dan FH, merupakan lulusan dari jurusan Komunikasi kampus tersebut di tahun 2011. “Soouve ada, dari kumpulan anak kampus,” tutur Radinal.
Tempo pun sudah menghubungi tiga orang yang disebut pendiri InsightID lewat pesan pendek maupun surat elektronik. Namun, hingga sekarang belum berbalas.
Sumber: Tempo.co