SUKABUMIUPDATE.com - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara atau di ruang pertemuan tertutup lainnya. BEM SI meminta pertemuan itu diadakan di ruang terbuka dengan disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional.
"Aliansi BEM Seluruh Indonesia hanya bersedia bertemu dengan Presiden apabila dilaksanakan secara terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh publik melalui kanal televisi nasional," kata Koordinator Pusat BEM SI Muhammad Nurdiyansyah lewat keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2019.
Bukan cuma itu, Aliansi BEM SI juga meminta Jokowi memenuhi tuntutan mereka seperti yang tercantum dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi dengan tegas dan tuntas. Ada tujuh tuntutan para mahasiswa, dari dibatalkannya RUU bermasalah, penghentian militerisme di Papua dan kriminalisasi aktivis, hingga penanganan kebakaran hutan dan proses hukun terhadap korporasi pembakar hutan.
"Pertemuan tersebut harus menjamin bahwa nantinya akan ada kebijakan yang konkrit demi terwujudnya tatanan masyarakat yang lebih baik," kata Nurdiyansyah.
Nurdiyansyah mengatakan tuntutan mahasiswa telah tegas dan jelas disampaikan melalui media massa dan media sosial. Dia mengatakan Presiden sebenarnya tinggal tinggal menjawab dengan tegas, bukan mengadakan pertemuan yang berpotensi untuk negosiasi.
Kata dia, penolakan datang ke Istana ini berkaca dari pengalaman tahun 2015. Dengan datangnya sejumlah perwakilan mahasiswa atas undangan Jokowi ketika itu, gerakan mahasiswa justru pecah.
"Kami belajar dari proses ini dan tidak ingin menjadi alat permainan penguasa yang sedang krisis legitimasi publik, sehingga akhirnya melupakan substansi terkait beberapa tuntutan aksi yang diajukan," ujarnya.
Nurdiyansyah menegaskan kini yang menjadi tujuan akhir para mahasiswa adalah dipenuhinya tuntutan, bukan pertemuan dengan Jokowi.
Dia juga mengecam pelbagai aksi kekerasan aparat dalam unjuk rasa mahasiswa 24 September dan pelajar 25 September kemarin. BEM SI menilai Jokowi seharusnya bisa menangani setiap aksi demonstrasi sebagai bagian aspirasi publik dengan cara yang persuasif, humanis, dan tidak represif.
"Kondisi saat ini mengharuskan Presiden untuk ambil bagian dalam mengusut, menindak, dan memberikan sanksi kepada aparat yang telah melakukan tindak kekerasan kepada massa aksi," kata dia.
Sumber: Tempo.co