SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau RUU PSDN. Komisi I dan Pemerintah telah menyetujui rancangan aturan ini.
Imparsial, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang perlindungan HAM, menemukan beberapa pasal yang bermasalah. Mereka meminta agar RUU ini tak buru-buru disahkan. Berikut catatan Imparsial soal pasal-pasal bermasalah di RUU PSDN:
1. Pasal 3 Ayat (1)
Pasal ini menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara dilaksanakan melalui bela negara. Menurut Imparsial pengaturan ini masih terlalu luas.
“Secara konseptual, bela negara tidak bisa dimaknai secara sempit karena memiliki dimensi yang luas dan tak terbatas pada mempertahankan negara dari ancaman militer dari luar,” kata Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri saat dihubungi, Senin 23 September 2019.
Konsep bela negara, menurut Gufron, juga bisa mencakup upaya-upaya lain warga negara di luar aspek pertahanan. Seperti penguatan ekonomi negara dan masyarakat, peningkatan pendidikan, penguatan tatanan politik yang demokratis ikut berkontribusi pada kelangsungan hidup bangsa dan negara.
RUU ini juga dinilai menggabungkan tiga regulasi sekaligus yang semestinya diatur secara terpisah. Yakni pembentukan komponen cadangan dan pendukung yang merupakan amanat Pasal 8 ayat 3 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pengaturan bela negara (Pasal 9 ayat (3) Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara), dan pengaturan mobilisasi dan demobilisasi yang semestinya merupakan revisi terhadap Undang-undang No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi.
2. Pasal 50-55
Pasal ini dinilai tidak mengadopsi norma hak asasi manusia secara utuh. Pasalnya Undang-Undang ini memungkinkan militer menguasai sumber daya selain manusia, meski itu bukan milik negara.
Dalam RUU tersebut disebutkan bahwa bagi pendaftaran komponen cadangan oleh warga negara bersifat sukarela. Akan tetapi hal yang sama tidak diberlakukan kepada komponen cadangan di luar manusia yang berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Selain itu prinsip kesukarelaan, kata dia, harus dipandang secara luas dan tidak hanya sebatas pada pilihan-pilihan absolut. “Namun sebaliknya RUU ini justru mengancam dengan sanksi pidana terhadap anggota komponen cadangan untuk menolak panggilan mobilisasi,” tutur Gufron.
3. Pasal 47 huruf b dan c
Pasal ini mengatur soal pengelolaan anggaran. Disebutkan dalam pasal ini bahwa pengelolaan sumber daya nasional bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat di samping dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN).
Imparsial menyebut hal tersebut menyalahi prinsip sentralisme pembiayaan anggaran pertahanan negara, yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. “Jika pembiayaan pertahanan dari APBD dan sumber lainnya diakomodasi dalam RUU ini dapat menimbulkan masalah serius karena sulit untuk dikontrol.”
4. Pasal 5 Ayat 2 Poin e
Imparsial menilai pada pasalnini pendekatan RUU PSDN cenderung militeristik sehingga tidak bisa dihindari adanya dugaan upaya militerisasi sipil melalui program bela negara. Apalagi konsepsi yang ditawarkan dalam program bela negara tidak cukup jelas.
“Pasal 5 Ayat 2 Poin e menyebutkan ‘mempunyai kemampuan awal bela negara’ sebagai salah satu nilai dasar bela negara yang akan ditanamkan dalam pendidikan kewarganegaraan,” ucap Gufron.
Sumber: Tempo.co