SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah merampungkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP.
Salah satu yang dibahas adalah pasal soal kumpul kebo. Anggota Panitia Kerja DPR untuk RKUHP, Arsul Sani mengatakan, mereka sepakat memperluas siapa saja yang bisa menjadi pengadu dalam pasal kumpul kebo.
Berbeda dengan pasal zina yang pihak pengadunya dibatasi pada orang tua, suami, istri, atau anak, pihak lain yakni aparat setempat seperti kepala desa bisa melaporkan.
"Kalau kumpul kebo, itu ada social damage. Masyarakat sekitarnya itu ikut dirugikan. Kalau di Islam ada orang berzina terus menerus, malaikat itu enggak mau menyapa 40 rumah yang ada di sekitar situ, kiri kanan depan belakang," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 September 2019.
Arsul mengatakan dia yang mengusulkan perluasan itu. Dia mengklaim, seluruh fraksi sudah sepakat dengan ketentuan itu. Selain merujuk ajaran agama, Arsul mengklaim pasal ini juga untuk mencegah penghakiman sosial atau persekusi.
Aturan tentang kumpul kebo ini tertuang dalam pasal 419 RKUHP. Bunyinya: Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.
Anggota Panja DPR Taufiqulhadi mengatakan, pembahasan RKUHP telah tuntas pada Ahad malam kemarin, 15 September. Dia mengklaim rapat untuk membahas sinkronisasi itu dipimpin langsung oleh Ketua Panja RKUHP Mulfachri Harahap.
"Pasal-pasal multitafsir dan memiliki norma yang tidak konsisten dengan pasal-pasal lainnya, sudah tidak ada lagi," kata dia, Senin, 16 September 2019.
Sumber: Tempo.co