SUKABUMIUPDATE.com - Bank Indonesia atau BI mencatat jumlah uang yang dikirimkan oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Indonesia meningkat 6,8 persen quarter-to-quarter (qtq) dan 2,3 persen year-on-year (yoy) sepanjang April hingga Juni 2019. Peningkatan ini membuat neraca pendapatan sekunder sepanjang triwulan II 2019 mengalami surplus sebesar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 29,6 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).
"Meningkat dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya maupun triwulan II 2018,” tulis pihak BI dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2019. Di triwulan I 2019, neraca pendapatan sekunder hanya mengalami surplus US$ 1,9 miliar
Dari data sementara BI, jumlah uang yang masuk atau penerimaan remitansi dari PMI ini mencapai kisaran US$ 2,9 miliar atau setara Rp 40,8 triliun. Sementara pembayaran yang dilakukan keluar negeri mencapai sekitar US$ 800 juta. Sehingga, kisaran surplus pun mencapai angka sekitar US$ 2,1 miliar.
Dari catatan BI, penerimaan remitansi tertinggi berasal dari pekerja Indonesia yang bekerja di Asia Pasifik dengan jumlah sekitar US$ 1,8 miliar. Rinciannya yaitu dari Malaysia sebesar US$ 800 juta, Taiwan sebesar US$ 400 juta, dan Hong Kong sebesar US$ 300 juta. Lalu diikuti dengan pekerja yang bekerja di Timur Tengah dan Afrika sebesar US$ 1,1 miliar.
Hingga triwulan II 2019, BI menyatakan ada 3,7 juta pekerja migran di luar negeri. Jumlah ini meningkat 0,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. 51,4 persen pekerja ini mencari nafkah di Malaysia dan 25,7 persen di Arab Saudi.
Lalu berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), 3,7 juta ini tersebar, 71,1 persen di Asia Pasifik, meningkat dari triwulan I 2019 yang sebesar 69,9 persen. Lalu, 28,8 persen bekerja di Timur Tengah dan Afrika, turun dari triwulan I 2019 yang sebesar 29,3 persen.
Secara lebih luas, uang dari para TKI inilah kemudian yang mendorong surplus neraca pendapatan sekunder. Surplus neraca sekunder ini mendorong surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang menjadi salah satu penentu defisit atau surplus transaksi berjalan. Namun pada triwulan II 2019 ini, transaksi berjalan kembali mengalami defisit sebesar US$ 8,4 miliar atau menyamai batas aman 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
SUMBER: TEMPO.CO