SUKABUMIUPDATE.com - Mahkamah Konstitusi telah menunjuk sembilan orang hakim untuk menangani perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pemilihan presiden 2019.
Juru bicara MK, Fajar Laksono mengatakan kesembilan yakni Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Saldo Isra, dan Enny Nurbaningsih. "Fullbench, sembilan hakim konstitusi," ujar Fajar saat dihubungi, Senin, 27 Mei 2019.
Menurut Fajar, sengketa hasil pilpres akan digelar dalam sidang pleno MK. "(Nanti) Terbuka untuk umum," tuturnya.
Berikut profil sembilan hakim konstitusi yang akan memimpin sidang sengketa hasil Pilpres:
1. Anwar Usman
Anwar Usman menjadi ketua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk periode 2 April 2018-2 Oktober 2020. Anwar Usman Mengawali karier sebagai guru honorer pada 1975. Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Ia pun lulus dan diangkat menjadi calon hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.
Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi asisten Hakim Agung pada 1997-2003. Ia lantas diangkat menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003-2006. Pada 2005, dirinya diangkat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
2. Aswanto
Bertahun-tahun menjadi pendidik di Universitas Hasanuddin, Aswanto melabuhkan diri menjadi satu dari sembilan penjaga konstitusi. Dia menjadi wakil ketua MK periode 26 Maret 2019-26 September 2021.
Ia merupakan Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin. Jabatannya di universitas ini yang kemudian membuat Aswanto kerap bersentuhan dengan MK.
Aswanto lahir di Palopo, 17 Juli 1964. Dia menghabiskan masa kecilnya di Desa Komba, sebuah desa kecil di Palopo, Sulawesi Selatan.
Lulus dari sekolah menengah pertama, ia merantau ke Makassar untuk melanjutkan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Dia mendapat gelar S-1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar (1986), S-2 Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1992), S-3 Universitas Airlangga, Surabaya tahun (1999) Diploma in Forensic Medicine and Human Rights, Institute of Groningen State University, Netherland (2002).
Sebelum menjadi hakim MK, Aswanto menjadi Pengajar Program S2 Ilmu Hukum, UMI, UKIP, S2 Hukum Kepolisian, Tim Sosialisasi HAM bagi Anggota Polri Se-Indonesia (2001-2002), Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan (Pemilu 2004), Ketua Ombudsman Makassar (2008-2010), Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (2010-2014), Tim Seleksi Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (2013).
3. Arief Hidayat
Arief bukan orang baru di MK, dia pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 14 Januari 2015-14 Juli 2017, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi 1 November 2013-12 Januari 2015, Hakim Konstitusi 1 April 2013-1 April 2018, Arief kembali menjadi anggota hakin MK untuk periode 27 Maret 2018-27 Maret 2023.
Sebelum menjadi hakim MK, Arief adalah Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 2008. Arief juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
4. Wahiduddin Adams
Wahiduddin menjadi sebagai hakim MK untuk periode 21 Maret 2019-21 Maret 2024. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Peradilan Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta (1979), S-2 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1991), S-3 Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2002) dan S-1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta (2005).
Sebelumnya Wahiduddin pernah menjadi Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Departemen Hukum dan HAM RI, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan (Eselon IIA) pada Dirjen PPU, Departemen Hukum dan HAM RI Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (Eselon IIA) pada Dirjen PPU, Departemen Hukum dan HAM RI.
Kemudian Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Eselon IA) pada Kementerian Hukum dan HAM RI, Dosen Mata Kuliah Ilmu Perundang-Undangan pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta dan Dosen Mata Kuliah Ilmu Perundang-Undangan pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.
5. I Dewa Gede Palguna
I Dewa Gede Palguna pernah menjadi hakim MK periode 2003-2008. Kemudian kembali dilantik menjadi hakim MK periode 2015-2020. Sebelum menjadi hakim, dia adalah seorang Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. Palguna juga pernah menjadi anggota MPR RI Periode 1999- 2004 sebagai utusan daerah.
Palguna menyelesaikan pendidikan S-1 dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bidang Kajian Utama Hukum Tata Negara (1987), S-2 Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bidang Kajian Utama Hukum International (1994), S-3 Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Bidang Kajian Hukum Tata Negara (2011).
6. Suhartoyo
Suhartoyo terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Jokowi.
Sebelum menjadi hakim MK, dia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung pada 1986. Dia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Suhartoyo juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
7. Manahan M. P. Sitompul
Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015. Manahan menjabat untuk periode 28 April 2015-28 April 2020.
Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe tahun 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun. Pada tahun 2003, dia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.
Pada 2007, dia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado tahun 2010, diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2. Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
8. Saldi Isra
Saldi Isra resmi menjadi hakim MK sejak 11 April 2017-11 April 2022. Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu.
Dia menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas. Saldi pun mengabdi pada Universitas Andalas hampir 22 tahun lamanya sambil menuntaskan pendidikan pascasarjana yang dia tuntaskan dengan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia (2001).
Kemudian pada 2009, dia berhasil menamatkan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan predikat lulus Cum Laude. Setahun kemudian, dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
9. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia untuk periode 13 Agustus 2018-13 Agustus 2023.
Wanita kelahiran 27 Juni 1962 ini pun rela merantau dari Pangkal Pinang ke Yogyakarta guna menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Dia pun merampungkan pendidikannya dan resmi menyandang gelar sebagai sarjana hukum pada 1981 silam.
Langkahnya tak berhenti sampai di situ, wanita yang memiliki motto bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja ikhlas ini, mengejar mimpinya sebagai pengajar atau dosen di kampusnya.
Sumber: Tempo