SUKABUMIUPDATE.com - Kepolisan menangkap dua penyebar video hoaks pengaturan server Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memenangkan Joko Widodo atau Jokowi - Maruf Amin. Keduanya telah ditetapkan menjadi tersangka hoaks server KPU.
Salah satu tersangka, perempuan berinisial RD. Dia merupakan lulusan jurusan kedokteran.
"Latar belakang pendidikannya cukup tinggi, dokter pendidikannya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, di kantornya, Senin, 8 April 2019.
Dedi menuturkan polisi menangkap RD di Lampung. Polisi mendapatkan informasi mengenai keberadaan RD dari tersangka lainnya yang telah ditangkap lebih dulu, yakni pria berinisial EW. Dia ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur, pada Sabtu, 6 April 2019.
"Dari hasil penangkapan EW, penyidik mendapatkan satu akun lagi, ditangkaplah dia (RD) di Lampung," kata Dedi.
Dedi mengatakan kepolisian masih menyelidiki keterkaitan antara dua tersangka. Sementara ini, polisi menduga kedua tersangka merupakan pendengung alias buzzer.
Kepolisian menyangka kedua orang itu berperan menyebarkan video melalui media sosial. Video yang dimaksud itu adalah video yang menampilkan seorang pria sedang memaparkan materi di depan sejumlah orang dalam rapat tertutup. Pria itu mengatakan bahwa server KPU sudah diatur untuk memberikan suara kepada Jokowi sebanyak 57 persen.
Dedi menuturkan EW diduga menyebarkan video tersebut melalui akun Twitter. Akun itu terjalin dengan sebuah aplikasi agregator berita, sehingga menjadi cepat viral. Sementara RD, juga disangka menyebarkan video itu melalui akun Twitter dan Facebook.
Dedi mengatakan saat ini RD masih diperiksa di Kepolisian Daerah Lampung. Dari hasil pemeriksaan, diketahui RD berprofesi sebagai ibu rumah tangga meski lulusan kedokteran. "Dia mengaku tidak menyangka akan seviral ini," kata dia.
Dedi menuturkan polisi menjerat RD dengan Pasal 45 ayat 3, 45A Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Hukum Pidana. RD terancam hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Sumber: Tempo