SUKABUMIUPDATE.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu permohonan yang dikabulkan oleh majelis MK adalah bahwa KTP elektronik bukan syarat mutlak bagi masyarakat untuk menyampaikan hak pilihnya di Pemilihan Umum.
“Menyatakan frasa “kartu tanda penduduk elektronik” dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar ketua majelis MK saat membacakan amar putusan uji materi UU Pemilu, di Gedung MK, Kamis, 28 Maret 2019.
Atas putusan MK tersebut, masyarakat yang belum memilki KTP elektronik tetap bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu. Dalam uraian putusan tersebut, disebutkan, masyarakat masih bisa menggunakan KTP sebelumnya (non elektronik) ataupun surat keterangan (suket) perekaman KTP elektronik.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, sekalipun Mahkamah membuka ruang digunakannya KTP untuk memilih, namun tetap dengan persyaratan yang ketat seperti harus disertai dengan KK, memilih di TPS sesuai dengan alamat yang tertera pada KTP, mendaftarkan diri kepada KPPS, dan dilakukan satu jam sebelum selesai pemungutan suara,” demikian bunyi pertimbangan dalam putusan MK tersebut.
Salah satu pertimbangan Majelis MK dalam memutuskan hal tersebut pun didasari oleh masih banyaknya masyarakat yang belum melakukan perekaman KTP elektronik. Hingga saat ini, masih ada sekitar 4 juta penduduk yang memilki hak konstitusional untuk memilih belum membuat KTP elektronik.
“Hak konstitusional tersebut di atas tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya,” ujar isi putusan MK tersebut.
Uji materi atas pasal tersebut diinisasi oleh sejumlah aktivis di antaranya lembaga pemerhati Pemilu Perludem, Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Fery Amsari, warga binaan Augus Hendy dan A. Murogi Bin Sabar, serta karyawan swasta Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Para pemohon tersebut menilai bahwa frasa KTP elektronik dalam Pasal 348 ayat (9) Undang-undang Pemilu tersebut justru mempersempit partisipasi masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya pada pesta demokrasi.
Selain mengabulkan uji materi terhadap pasal 348, MK pun memutuskan untuk mengabulkan pasal lain di UU Pemilu yang digugat oleh pemohon. Di antaranya, Pasal 210 ayat (1) yang mengatur terkait daftar pemilih tambahan atau DPTb.
Dalam putusan MK, masyarakat yang berhalangan untuk mencoblos di TPS seusai KTP, bisa melakukan pendaftaran dalam jangka 7 hari ke TPS yang dikehendaki. Sebelumnya, dalam pasal tersebut DPTb hanya bisa didaftarkan dalam jangka waktu 30 hari.
Sumber: Tempo