SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan berencana mengevaluasi kinerja pengemudi bus yang bekerja untuk perusahaan otobus. Langkah ini diambil menyusul banyaknya kritik yang disampaikan masyarakat terkait perilaku sopir saat mengemudi bus.
"Saya dapat komplain dari yayasan, banyak pengemudi yang merokok tapi busnya AC," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi dalam acara silaturahmi dengan pengusaha angkutan darat Indonesia 2019 di Taman Mini Indonesia Indah, Ahad, 24 Maret 2019.
Budi Setiyadi mengatakan evaluasi ini menjadi salah satu pertimbangan untuk mendorong perubahan regulasi. Adapun dalam regulasi itu, direncanakan adanya beberapa hal selain larangan merokok untuk sopir di bus ber-AC. Misalnya edukasi bagi sopir untuk tidak ugal-ugalan.
Menurut Budi Setiyadi, selama ini, sopir kerap diterima bekerja di PO dengan tes yang sederhana. "Banyak pengemudi kita yang tesnya hanya maju-mundurin bus, lalu jadi pengemudi," ujarnya. Ia lantas mencontohkan, di negara-negara maju dengan sistem transportasi yang baik, mereka harus melalui tes yang ketat untuk diterima menjadi pengemudi.
Selain hal-hal yang berhubungan dengan kenyamanan dan keselamatan penumpang, Budi Setiyadi menyarankan sopir-sopir bus memakai busana yang rapi. Semisal menggunakan kemeja rapi sehingga meninggalkan kesan yang baik bagi penumpang.
Bila perbaikan terhadap sikap ini terwujud, Budi Setiyadi mendorong para pengemudi untuk mengedukasi penumpang. Misalnya membiasakan antre saat masuk ke bus. Hal ini sama dengan budaya penumpang masyarakat di negara-negara maju, seperti Eropa.
Budi Setiyadi mengatakan perbaikan terhadap manajemen bus ini harus dilakukan menyusul langkah pemerintah memperbaiki infrastruktur darat. "Infrastruktur jalan tol kita ini telah dibangun. Di mana-mana sekarang jalan tol," kata Budi Setiyadi. Ia memprediksi, masyarakat akan beralih ke moda transportasi darat lantaran adanya kemajuan di sisi infrastruktur ini.
"Apalagi sekarang tiket kereta api mahal, tiket kereta lebih mahal," ujarnya. Budi Setiyadi lantas mencontohkan rute perjalanan dari Jakarta menuju Solo. Ia membandingkan, dari tiga tranpsortasi, yakni kereta, bus, dan pesawat, armada yang dihitung menguntungkan adalah bus.
"Dari Jakarta ke Solo, baik bus kelas premium eksekutif Rp 200 ribu dengan waktu tempuh 7 jam," ujarnya. Sedangkan bila naik kereta api, masyarakat rata-rata harus membayar tiket 370 ribu dengan waktu tempuh 8,5 jam. Sedangkan pesawat dianggap tengah mahal, yakni berkisar Rp 598 ribu dengan waktu 1 jam 15 menit.
Sumber: Tempo