SUKABUMIUPDATE.com - Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, diusir massa Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, saat memberikan kuliah kebangsaan di Aula Kampus 1, Medan, Kamis (21/3/2019).
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIB, saat Ngabalin menjadi salah satu pemateri kuliah kebangsaan yang bertemakan industri 4.0.
Tiba-tiba terdengar teriakan massa mahasiswa yang mengusirnya. Ngabalin yang mendengar teriakan massa, langsung keluar dan mengklarifikasi kehadirannya bukan untuk tujuan politik.
Namun, klarifikasinya ditolak massa mahasiswa. Terdengar para mahasiswa yang berteriak, ”Pulang kau, pulang kau, usir, usir, usir”.
Ngabalin tampak hanya tersenyum menanggapi teriakan para mahasiswa lalu meninggalkan acara.
Koordinator Aksi Aliansi Mahasiswa UINSU Boby Harahap mengatakan, aksi ini sengaja dilakukan untuk menjaga independensi kampus.
Sebab, Ngabalin dinilai sebagai bagian dari tim sukses Capres dan Cawapres nomor urut 1 Jokowi – Maruf Amin.
“Tim siapa pun yang datang di kampus akan diusir, karena kampus adalah tempat mahasiswa untuk belajar, tidak boleh dilakukan sebagai lahan politik praktis dan kepentingan pribadi,” ujar Boby.
Boby mengatakan, kehadiran Ngabalin di UINSU memiliki indikasi yang bermuatan politis yang dikemas dalam dialog wawasan kebangsaan yaitu industri 4.0 .
Reaksi massa, kata Boby, berlangsung spontanitas, berawal saat Ngabalin menyampaikan materi dengan menampilkan foto dan video Jokowi.
“Itukan enggak rasional. Foto dan video beredar dan suasana di dalam itu ricuh dan riuh, jadi kita melaksanakan aksi pada saat Ngabalin sedang presentasi, kita usir beliau kemudian pergi,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UINSU Amroeni Drajat saat dikonfirmasi membantah kalau kegiatan itu bermuatan politis.
“Pada hari ini kami mengadakan kegiatan (dari) Kominfo tentang (masalah) menghadapi revolusi industri,” ujar Drajat seperti diberitakan Kabarmedan.com—jaringan Suara.com.
Amroeni juga mengatakan, pada kegiatan itu sama sekali tidak ada kegiatan politik.
“Perlu diluruskan bahwasanya di dalam kegiatan ini tidak ada politisasi. Adapun (bila) sebagian dari mahasiswa menafsirkan sebagai kegiatan politik di kampus, itu sebuah kewajaran (melibatkan),” tambahnya.
Terkait aksi mahasiswa tersebut, kata Drajat, pihak kampus nantinya memberikan pengertian agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Acara ini pada hakikatnya (dialog) untuk unsur kebangsaan untuk menghadapi 4.0. Kalau sanksi (tidak ) ada, kita berikan pemahaman. Kalau saya rasa idealisme yang mendorong (mahasiswa ) melakukan (aksi) itu.”
Sumber: Suara.com