SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher menyebut yang seharusnya bertanggung jawab dalam dugaan korupsi pencairan kredit fiktif yang dilakukan Bank BJB Syariah adalah pejabat utama di bank tersebut. Sebab, ia mengatakan hanya bertanggungjawab terhadap Bank BJB saja.
"BJB itu kan pemegang sahamnya pemerintah. BJB itu milik pemerintah. Nah, Bank BJB ini punya anak perusahaan namanya Bank BJB Syariah. Jadi saya selaku pemegang saham Bank BJB waktu itu tidak bertanggung jawab langsung ke Bank BJB Syariah. Itu urusan direksi dan komisaris," kata Aher usai diperiksa di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Rabu, 13 Maret 2019.
Aher mengaku hanya menjawab tidak tahu selama pemeriksaan hari ini. Ia diperiksa selama sekitar empat jam oleh tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri terkait kasus korupsi pencairan kredit fiktif yang dilakukan Bank BJB Syariah.
Dalam kasus ini, Bank BJB Syariah diduga melakukan korupsi pencairan kredit fiktif kepada dua perusahaan PT Hastuka Sarana Karya (HSK) dan CV Dwi Manunggal Abadi yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 548 miliar.
Dana sebesar Rp 548 miliar tersebut dicairkan Bank BJB Syariah kepada dua perusahaan itu untuk pembiayaan pembangunan Garut Super Blok di Garut, Jawa Barat, periode 2014-2015. Adapun debitur dalam kasus ini adalah PT Hastuka Sarana Karya (HSK). Berdasarkan alamat yang ada, pengembang HSK beralamatkan di kawasan Regol, Kota Bandung.
Bareskrim Polri pun menetapkan mantan pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Bank Jabar Banten Syariah Yocie Gusman sebagai tersangka. Ia merupakan mantan Ketua DPC PKS Kota Bogor, ditetapkan sebagai tersangka atas perannya dalam memberikan kredit kepada PT. HSK periode 2014 hingga 2016.
Yocie Gusman diduga tidak menaati prosedur saat memberikan kredit ke AW, selaku pimpinan PT. HSK dalam memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 548 miliar. Dana itu sendiri digunakan PT. HSK untuk membangun 161 ruko di Garut Super Blok.
Penyaluran kredit itu sendiri belakangan diketahui dilakukan tanpa agunan. Debitur, PT. HSK, malah mengagunkan tanah induk dan bangunan ke bank lain. Setelah dikucurkan, ternyata pembayaran kredit tersebut macet sebesar Rp548 miliar.
Aher mengatakan, dia baru mengetahui ada kredit macet setelah mendapat laporan dari direksi di Bank BJB selaku induk perusahaan Bank BJB Syariah. Aher mengklaim telah menginstruksikan seluruh jajaran direksi di Bank BJB untuk menyelesaikan masalah kredit macet yang terjadi di Bank BJB Syariah.
"Saya perintahkan agar hal itu diantisipasi dan jangan lupa untuk menyelesaikannya tanpa ada gonjang-ganjing karena ini masalah keuangan dan kepercayaan publik," kata Aher.
Sumber: Tempo