SUKABUMIUPDATE.com - Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan tidak tersinggung terhadap isi orasi pengajar Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet yang viral di media sosial. TNI justru menilai orasi itu bisa menjadi masukan berharga untuk terus memperbaiki diri.
"Bagi saya sebagai Kapuspen TNI, orasi Pak Robet merupakan masukan berharga untuk membangun kapasitas TNI," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2019. Agar tetap memegang teguh jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional yang profesional seperti yang diamanatkan UU 34/2004.
Sisriadi mengaku baru mengetahui adanya orasi itu. Sebagian yang beredar di media sosial, hanya memotong bagian nyayian Robet yang memelesetkan lagu ABRI. Sisriadi mengatakan orasi itu tidak bisa dilihat dari beberapa potongan saja, namun harus keseluruhan orasi.
Ia menilai orasi itu tidak membahas TNI saat ini, namun lebih kepada kritik terhadap ABRI pada masa Orde Baru. Meski memang orasi disampaikan pada saat demonstrasi menolak wacana perluasan jabatan bagi perwira tinggi TNI, Sisriadi mengatakan hal ini bukan masalah.
"TNI jaman now tidak anti kritik.” Menurut Sisriadi banyak komponen masyarakat sipil yang datang ke Cilangkap memberikan masukan-masukan yang sangat berharga.
Ia pun menegaskan pejabat utama di mabes TNI juga memiliki pemikiran yang sama. Karena itu, ia mengatakan TNI tak akan mengambil sikap apa-apa terhadap Robet.
Video aksi Robet di Aksi Kamisan pekan lalu, 28 Februari 2019 menuai kontroversi dan kritik di media sosial. Robet dituding telah mengkritik dan menghina TNI. Aksi Kamisan adalah unjuk rasa menyuarakan penegakan hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan setiap pekan di depan Istana Negara.
Sebelum ditangkap, Robertus Robet bercerita bahwa rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat, itu didatangi dua orang yang mengaku tentara pada Rabu, 6 Maret 2019. "Pembantu saya bilang dua orang yang mengaku aparat militer datang mencari saya pukul tiga sore," kata dia. Aktivis pro demokrasi dipersalahkan melakukan ujaran kebencian.
Sumber: Tempo