SUKABUMIUPDATE.com - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan netralitasnya dalam kontestasi politik pemilihan presiden yang sedang berlangsung. Sidang tanwir ke-51 yang digelar di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Bengkulu kembali menegaskan ketetapan ini.
Di sela sidang itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan ke depannya organisasi akan lebih mendorong kadernya untuk terjun ke dunia politik. Hal ini kemudian memunculkan keraguan terhadap khittah gerakan yang selama ini dilakukan Muhammadiyah.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menegaskan bahwa pihaknya tidak antipolitik. Justru ormas keagamaan yang berdiri tahun 1912 itu memandang peran partai politik dalam demokrasi sangat penting.
"Partai merupakan salah satu pilar demokrasi. Karena itu kualitas partai politik dan integritas para politisinya sangat menentukan masa depan demokrasi dan masa depan bangsa," kata Abdul kepada Tempo, Senin, 18 Februari 2019.
Abdul Mu'ti berujar netralitas Muhammadiyah terhadap partai politik dilakukan melalui tiga cara.
1. Membangun komunikasi, kemitraan, dan kedekatan dengan partai politik.
Abdul mengatakan sikap netral Muhammadiyah bukan berarti menjauhi apalagi anti partai politik. Netralitas Muhammadiyah dibangun dengan menjaga hubungan dan kedekatan dengan semua partai politik, bukan dengan salah satu partai politik.
2. Meneguhkan khittah (garis perjuangan) dengan menjaga gerakan dari intervensi dan tarikan politik.
Menjaga gerakan dari intervensi dan tarikan politik diterapkan dengan larangan rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik bagi pimpinan Persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah. Namun, sebagai anggota dan warga negara Indonesia warga Persyarikatan diberikan kesempatan dan kebebasan untuk berafiliasi dan aktif di partai politik. Abdul mengatakan keterlibatan di partai politik bersifat pribadi bukan representasi organisasi.
3. Aktif melakukan komunikasi
Abdul menuturkan komunikasi aktif ini dengan semua kalangan. Mulai dari para penyelenggara negara, pengambil kebijakan, hingga stakeholder partai politik. Adapun tujuannya adalah transformasi nilai sebagai bentuk memberikan masukan, gagasan, dan program dalam masalah-masalah kebangsaan, perundang-undangan, hingga penyelenggaraan negara.
Sebelumnya, Haedar mengatakan bahwa dorongan untuk lebih aktif berpolitik telah dilakukan kepada kader-kader Muhammadiyah. Lewat Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang dimiliki oleh PP Muhammadiyah, para kader disiapkan agar menjadi lebih siap ketika terjun langsung di dunia politik. Menurut Haedar, Muhammadiyah sebelumnya sudah memulai dengan memasukan beberapa kader masuk ke beberapa partai politik, seperti PAN, PPP, hingga ke Golkar.
Abdul mengatakan Muhammadiyah memang senantiasa berusaha melakukan diversifikasi kader. Namun, begitu para kader sudah berada di partai politik, kewajiban mundur dari jabatan kepemimpinan dan amal usaha tetap diterapkan walaupun tetap terdaftar sebagai anggota aktif. "Mereka yang memiliki hasrat, bakat, dan akses untuk berpolitik diberikan kesempatan, bahkan jika perlu difasilitasi untuk bisa aktif di partai politik," kata Abdul.
Sumber: Tempo