SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Hukum dan HAM tengah mengkaji ulang pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh wartawan Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. "Ya lagi dibahas, tapi jangan sekarang ya," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami di Jakarta, Jumat, 1 Februari 2019.
Sri mengatakan akan mengkaji remisi tersebut bersama dengan sejumlah pakar. Dia enggan menjelaskan alasan dilakukannya kajian tersebut. Dia juga tak menyebutkan kapan kajian itu akan selesai. "Nanti kami lihat dulu, akan bertemu dengan pakar," katanya.
Nyoman Susrama dihukum seumur hidup setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Denpasar karena membunuh Prabangsa. Hakim meyakini motivasi pembunuhan itu adalah pemberitaan di harian Radar Bali yang ditulis Prabangsa pada 3, 8, dan 9 Desember 2008. Berita tersebut menyoroti dugaan korupsi proyek-proyek di Dinas Pendidikan Bangli.
Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orang tua Prabangsa di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009.
Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan sekarat, Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Kemudian Prabangsa dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.
Namun, lewat Keputusan Presiden Nomor 29/2018-2019, Susrama bersama 114 terpidana lain mendapat remisi perubahan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara. Susrama dinilai berkelakuan baik.
Keputusan presiden itu mendapatkan kecaman dari kalangan jurnalis dan pegiat HAM. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menganggap keputusan Jokowi telah melukai rasa keadilan keluarga korban dan jurnalis di Indonesia. "Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia," kata Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur mengaku kecewa dengan keputusan Jokowi. Dia mengatakan saat ancaman terhadap aktivis dan jurnalis semakin meningkat, Jokowi malah memberikan remisi.
Dia mengatakan remisi untuk Susrama dari penjara seumur hidup ke penjara sementara, membuka potensi hukuman Susrama akan lebih ringan dari seharusnya. Dia mencontohkan Pollycarpus dalam kasus pembunuhan Aktifis Munir Sayid Thalib. "Dia dihukum 14 tahun, tapi gara-gara remisi dia hanya menjalani setengahnya," katanya.
Sumber: Tempo