SUKABUMIUPDATE.com - Paguyuban keluarga marga Punguan Pomparan Toga Sinaga Boru (PPTSB) yang diwakili Badiamin Sinaga menyesalkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Drajat Prawiranegara Serang yang telah memungut biaya pemulasaran enam jenazah korban tsunami Selat Sunda.
Kepada Tempo, Badiamin mengatakan pungutan yang diminta lebih dari Rp 6 juta untuk enam jenazah. "Ada permintaan biaya pembayaran penanganan dan pemulangan jenazah oleh petugas bernama Leonardo. Bukti pembayaran keluarga kami diberi kuitansi," kata Badiamin kepada Tempo, Jumat, 28 Desember 2018.
Badiamin mengatakan keseluruhan ada enam jenazah yang dipungut biaya, terdiri dari empat jenazah dewasa, dan dua jenazah bayi. "Kami sudah ada bukti tiga kuitansi, tiga kuitansi lagi masih disimpan keluarga karena masih berduka," kata Badiamin. Untuk korban jenazah Ruspita Br Simbolon 40 tahun, petugas meminta Rp 3,9 juta.
Dalam tiga lembar kuitansi yang salinanya diperoleh Tempo, terbaca nominal Rp 3,9 juta sebagai biaya untuk membayar pemulasaran jenazah, formalin dan mobil jenazah. Duit diterima petugas yang tertulis bernama Leonardo senilai Rp 3,9 dari Leo Manulang.
Pada lembaran kertas kuitansi itu, tertulis Rumah Sakit Umum Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Manulang juga membayar Rp 1,3 juta untuk biaya formalin dan pemulasaran jenazah. Satu kuitansi lagi dibayar Sumardi Sinaga sebesar Rp 800 ribu untuk biaya pemulasaran jenazah dan formalin. Untuk kuitansi ini ditulis tangan, sedang dua kuitansi sebelumnya dengan ketikan mesin.
Badiamin mengatakan para korban merupakan kerabat satu marga Sinaga. Pada saat kejadian tsunami Selat Sunda, mereka sedang berwisata sekaligus arisan di Villa Tamaro 212 Carita, Kabupaten Serang. Mereka berkumpul di villa itu dengan titik kumpul keberangkatan dari Perumnas Klender. "Ada 20-an keluarga, banyak korban selamat meski luka-luka. Tujuh orang dinyatakan meninggal," kata Badiamin.
Dari tujuh korban meninggal, hanya jenazah Ojak Pandiangan yang bebas biaya pungutan rumah sakit. "Ojak ditemukan belakangan dan dikirim Basarnas ke RSUD Pandeglang," kata Badiamin.
Badiamin baru menyadari setelah membandingkan penanganan berbeda dari dua rumah sakit umum itu. "Jenazah Pak Ojak tidak dipungut biaya di RSUD Pandeglang, tapi kenapa di RSUD Serang dipungut biaya. Jadi saat bayar pun ada yang pinjam dulu karena memberatkan," kata Badiamin.
Dihubungi terpisah Pelaksana tugas Direktur RSUD dr Drajat Prawiranegara yang juga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten Sri Nurhayati tidak mengangkat telepon genggamnya, konfirmasi melalui WhatsApp Tempo pun tidak dibalas. Demikian pula Kasubag Umum merangkap bagian Kehumasan RSUD Serang, Mariam juga tidak aktif ponselnya.
Sumber: Tempo