SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Wawan Irawan, mengatakan tipe letusan Gunung Anak Krakatau kini berubah. Perubahan ini terjadi pasca robohnya dinding gunung api yang memicu tsunami Selat Sunda.
“Tipe letusannya sekarang sudah berbeda. Kalau dulu strombolian seperti air mancur, sekarangistilahnya (tipe letusan) surtseyan,” kata Wawan saat dihubungi Tempo, Senin, 24 Desember 2018.
Letusan strombolian adalah tipe erupsi magmatik berupa erupsi eksplosif lemah. Kini erupsi Gunung Anak Krakatau berubah menjadi bercampur dengan air. "Tidak lagi pure magmatik seperti strombolian. Letusan sekarang ada kontak antara air dengan magma,” kata Wawan.
Perubahan tipe letusan itu salah satunya dipicu oleh robohnya material tubuh Gunung Anak Krakatau yang memicu tsunami. Wawan mengatakan kejadian tsunami salah satunya akibat longsoran tubuh gunung api.
Menurut Wawan, Gunung Anak Krakatau dibangun oleh aliran lava dan juga aliran piroklastik berupa material lepas. “Sebagian mungkin yang sifatnya lepas itu yang tidak stabil karena ada lava di atasnya yang meluncur,” kata dia.
Wawan mengatakan, PVMBG tengah mengevaluasi rekomendasi mitigasi bahaya Gunung Anak Krakatau pasca robohnya tubuh gunung api, dan berubahnya karakter tipe letusan gunung tersebut. Tipe letusan yang berubah itu menjadi dasar untuk evaluasi tersebut.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur, PVMBG, Devy K Syahbana mengatakan, perubahan tipe letusan tersebut dapat dilihat dari rekaman video letusan Gunung Anak Krakatau yang beredar pasca kejadian tsunami Selat Sunda yang terjadi Sabtu, 22 Desember 2018.
“Kalau melihat videonya, itu terlihat seperti magma yang telah berinteraksi dengan air, letusannya menyebar kemana-mana, ke segala arah,” kata dia, Senin, 24 Desember 2018.
Menurut Devy, robohnya dinding gunung api itu diduga membuat aliran magma tidak lagi terkonsentrasi di satu lubang. “Tubuh gunung sebagian collaps, jadi magma keluarnya itu bisa kemana-mana, tidak terkonsentrasi di satu lubang. Akhirnya magma berinteraksi dengan air,” kata dia.
Sumber: Tempo