SUKABUMIUPDATE.com - Masing-masing kubu pengusung calon presiden atau capres, baik kubu Jokowi - Maruf Amin, maupun Prabowo - Sandiaga Uno menyayangkan jatuhnya korban akibat perbedaan pilihan dalam ajang Pemilihan Presiden 2019 yang menelan korban jiwa. Subaidi, penduduk Sampang, Jawa Timur, ditembak mati temannya, Idris, akibat cekcok urusan dukungan calon presiden di media sosial Facebook.
Dalam akunnya, Subaidi mengunggah foto dengan status: "Siapa pendukung capres ini akan merasakan pedang ini." Cekcok berlanjut di dunia nyata yang berujung pada kematian Subaidi pada Rabu 21 November 2018. Berikut adalah lima komentar dua belah kubu mengenai tragedi itu:
1. Pilpres bukan wadah saling tikam
Ketua Direktorat Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno Ferry Mursyidan Baldan menyebut kontestasi politik tak seharusnya menjadi alat untuk memantik konflik. "Ini menyedihkan dan warning (peringatan) untuk kita semua," ujar Ferry kepada Tempo pada Ahad malam, 25 November 2018 melalui pesan teks.
Ferry mengatakan kompetisi politik seharusnya menjadi tantangan masyarakat untuk saling mengemukakan gagasan terhadap pilihannya. Bukan wadah untuk saling tikam. Ia meminta para pendukung untuk bijak menanggapi kampanye-kampanye di media sosial. Bila timbul tragedi pertikaian akibat ruang sosial, harus menjadi bahan introspeksi semua pihak. Baik untuk audiens kampanye maupun dua pasangan calon presiden.
2. Pendukung jangan terpancing emosi
Ferry mengimbau relawan Prabowo - Sandiaga agar menjaga citra kontestasi pemilihan presiden. Menurut dia, pesta demokrasi adalah salah satu cermin peradaban bangsa. Bila masyarakat terpecah, maka wajah Indonesia di mata dunia pun terdampak. "Kepada para relawan Prabowo - Sandiaga, kami ajak untuk terus menahan diri dari pancingan emosi," ujar dia.
Menurut Ferry, kompetisi pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang bakal digelar bersamaan tahun depan merupakan seni mengekspresikan perbedaan pilihan. Oleh karena itu, seperti hakikat seni, kata dia, keindahan yang muncul tidak bakal merusak hubungan. "Jangan biarkan kasus ini berkembang."
3. Para elite dan tim kampanye diimbau tak provokatif
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan pelbagai pihak harus mengambil hikmah atas peristiwa ini. Tim kampanye dan juru kampanye diminta agar tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan provokatif, bohong atau hoax, dan berpotensi memecah-belah masyarakat. "Jangan sampai kasus-kasus seperti ini meluas terjadi di mana-mana."
4. Kementerian Komunikasi dan Informatika diminta mengawasi media sosial secara ketat
Karding meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika lebih ketat memilah dan menindak postingan di media sosial yang berpotensi menimbulkan perpecahan dan perseteruan. Kominfo harus melakukan intervensi dengan menghapus atau menurunkan postingan di media sosial yang berpotensi menimbulkan kericuhan. Jika diperlukan, Kementerian dapat membentuk tim khusus yang bertugas memantau konten unggahan di media sosial.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu juga meminta masyarakat bijak untuk tak memposting hal-hal yang berpotensi memecah-belah dan membuat masyarakat bermusuhan akibat pilpres. Dia berharap adanya kearifan lokal yang dikedepankan untuk mengantisipasi perseteruan di antara warga. "Kami berharap juga ada kearifan dari temen-teman warganet untuk tidak memposting hal-hal yang merugikan kehidupan sosial masyarakat kita."
5. Dua kubu diminta tidak saling menyalahkan
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno, Faldo Maldini mengimbau para pendukung calon presiden tidak saling menyalahkan atas kejadian itu. Kejadian itu pelajaran untuk mengeliminasi narasi kampanye yang kurang substansial. "Tim kampanye kami akan menghadirkan diskusi bermutu."
Politikus Partai Amanat Nasional itu juga mengimbau para pendukung capres bersikap bijaksana dalam menyatakan dukungannya. Faldo mengatakan mereka boleh berdebat sekeras-kerasnya. Namun, tidak diakhiri dengan pertikaian. "Dari awal kami selalu bilang, debat dan adu argumentasi lakukan sekeras-kerasnya, tetapi berkelahi jangan."
Sumber: Tempo