SUKABUMIUPDATE.com - Beberapa pekan terakhir ini, masyarakat dikagetkan oleh kabar adanya sejumlah remaja yang meminum air rebusan pembalut. Menurut polisi, para pemuda itu mengaku meminum air tersebut agar bisa mabuk. Kasus itu ditemukan pertama kali oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah sekitar tiga bulan lalu. Belakangan, kasus itu juga ditemukan di wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Kendati BNN menyebutkan tidak ditemukan efek narkotik di dalamnya, bukan berarti air rebusan pembalut aman bagi tubuh. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, mengatakan ada berbagai zat kimia yang terkandung di dalam pembalut yang berbahaya bagi tubuh. "Prinsipnya, itu bukan sesuatu yang patut dikonsumsi tubuh," katanya kepada Tempo, Rabu lalu.
Ari menuturkan zat seperti klorin dalam pembalut bisa mengganggu pencernaan jika masuk ke tubuh. Klorin merupakan senyawa kimia bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi jika bersentuhan langsung dengan kulit. Selain mengandung klorin, pembalut diketahui mengandung pulp kertas, polimer, dan zat perekat.
Menurut Ari, zat kimia lain juga bisa menimbulkan kerusakan pada hati dan ginjal. Terlebih anak-anak itu menggunakan pembalut bekas pakai yang masih tersisa bekas darah penggunanya. Itu merupakan sumber bakteri yang bisa merusak kesehatan. "Kalau kronis, orang itu bisa muntah-muntah serta diare."
Ari mewanti-wanti agar hal ini tidak terjadi di daerah lain. Ia mengimbau para orang tua untuk mendampingi anak-anaknya, terutama yang sedang beranjak remaja. Sebab, anak-anak pada fase itu sedang membutuhkan perhatian. Ketika terjadi sesuatu, mereka bisa mencari pelarian di luar rumah. Terkadang, pelariannya itu tidak dalam bentuk hal positif. "Komunikasi dengan anak mesti dibuka, harus perhatian," ujarnya.
Adhi Wibowo Nurhidayat, spesialis kedokteran jiwa, mengatakan ada fenomena orang mencari tantangan baru untuk membuat dirinya teler. Misalnya dengan mencampur alkohol dengan losion anti-nyamuk atau bensin. "Di kalangan pencandu atau pengguna, ada kebiasaan untuk mencoba-coba," ucapnya kepada Tempo, Rabu lalu.
Namun pembalut tidak bisa bikin mabuk. Sebab, menurut Adhi, yang terkandung dalam pembalut bukanlah zat adiktif. Namun air rebusan itu ditengarai bisa menyebabkan kanker jika dikonsumsi. Ia menduga air rebusan pembalut itu dicampurkan ke bahan lain, seperti alkohol atau obat-obat terlarang, yang menyebabkan teler.
Sebagian pemuda yang mengkonsumsi air rebusan itu adalah anak-anak jalanan. Menurut Adhi, mereka memang sering mencari cara agar bisa mabuk dengan biaya serendah mungkin. Hal itulah yang menyebabkan adanya anak-anak yang teler karena menghirup aroma lem. Namun, baik meminum air rebusan pembalut maupun menghirup aroma lem tidak memiliki efek adiksi jangka panjang. Efek yang cepat terasa akan cepat pula hilang.
Adhi juga menuturkan peran orang tua sangat penting untuk menjelaskan kepada anak tentang hal wajar dan tidak wajar. Sah-sah saja seseorang berkreasi, tapi harus diterima nalar, juga mesti menjauhi zat-zat adiktif. Ia menyarankan agar orang tua mencari referensi untuk mengetahui jenis-jenis narkoba dan memberi anak-anak pengertian tentang bahayanya.
Senada dengan Adhi, Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari, mengatakan orang tua harus bisa membimbing dan mengawasi anaknya serta memberikan pendidikan cukup, baik dari segi moral maupun spiritual. "Kalau anak-anak jalanan, kami berupaya kembalikan ke hidup normal," ujarnya kepada Tempo.
Arman mengungkapkan bahwa mengkonsumsi sesuatu yang bukan untuk dikonsumsi manusia normal tetaplah berbahaya, walau tidak mengandung narkoba. Ia melihat hal ini sebagai penyimpangan dalam satu kelompok kecil anak jalanan. Mereka pun sedang dibimbing BNN agar kembali normal.
Menurut Arman, efek teler yang disebabkan air rebusan pembalut merupakan sugesti belaka. Ia menuturkan timnya sudah melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap tujuh sampel produk pembalut di pasaran, dan tidak menemukan bahan-bahan mengandung narkoba di dalamnya. Selain itu, ia menambahkan, remaja berusia 12-15 tahun yang mengkonsumsi air rebusan ini tidak mencampurnya dengan bahan-bahan lain.
Arman mengatakan kelompok usia itu sangat mudah mempengaruhi satu sama lain. Ketika ada seseorang mengatakan air rebusan pembalut memiliki efek teler, maka anggota kelompoknya akan merasa setuju dengan hal tersebut meski belum tentu benar.
Sumber: Tempo