SUKABUMIUPDATE.com - Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa Baiq Nuril dapat mengajukan grasi kepada dirinya sebagai kepala pemerintahan bila merasa belum mendapat keadilan dari putusan Mahkamah Agung.
"Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan. Akan tetapi seandainya, ini seandainya, ya, belum mendapatkan keadilan bisa mengajukan grasi kepada Presiden, memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi kepada Presiden, itu bagian saya," kata Presiden di Pasar Siduharjo, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Senin.
Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.
"Supaya semuanya tahu pertama kita harus menghormati proses hukum, kasasi di MA dan sebagai kepala pemerintahan saya tidak mungkin mengintervensi, tidak bisa saya mengintervensi putusan tersebut, ini harus tahu," ungkap Presiden.
Terhadap putusan kasasi MA itu, Presiden menyatakan Baiq Nuril masih bisa mengajukan upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali (PK).
"Namun, dalam mencari keadilan, Ibu Baiq Nuril masih bisa mengajukan upaya hukum PK, kita harap upaya hukum PK nanti MA bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nurul mencari keadilan," kata Jokowi.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram Muslim.
Muslim sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.
Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya kepada penegak hukum.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan dia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.
Dalam persidangan, majelis hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur "tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik" tidak terbukti sebab bukan dia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.
Sumber: Tempo