SUKABUMIUPDATE.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, menyayangkan tidak dinaikkannya cukai rokok oleh Presiden Joko Widodo. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan dalam konteks perlindungan konsumen dan kesehatan publik, hal ini adalah hal yang ironis dan paradoks.
"Pada konteks regulasi pembatalan ini adalah bentuk anti regulasi, karena UU Cukai mengamanatkan kenaikan cukai sampai 57 persen," ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 November 2018.
Menurut Tulus, kebijakan pembatalan kenaikan cukai rokok membuktikan bahwa pemerintah terlalu dominan dikooptasi dan diintervensi oleh kepentingan industri rokok, terutama industri rokok besar. Selain itu, pemerintah tidak memiliki visi terhadap kesehatan publik.
Tulus menuturkan pembatakan kenaikan cukai mengakibatkan produksi rokok meningkat, hal tersebut akan mengakibatkan harga rokok akan terjangkau oleh anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin. "Itu artinya pemerintah menjerumuskan mereka dalam ketergantungan konsumsi rokok," kata dia.
Selanjutnya, Tulus menjelaskan, pembatalan ini juga akan berdampak pada kinerja BPJS Kesehatan. Alasannya, 35 persen dari populasi masyarakat ialah perokok dan rokok menjadi salah satu pemicu utama berbagai penyakit katastropik.
Jenis penyakit tersebut, kata Tulus, dapat mengakibatkan finansial BPJS semakin terpuruk, dengan menanggung biaya penyakit katastropik. "Inilah yang mengakibatkan kinerja finansial BPJS Kesehatan berdarah-darah," tutur Tulus.
Selain itu, pembatan ini, ujar Tulus, merupakan bukti bahwa pemerintah bertindak abai terhadap perlindungan konsumen. Sebab cukai adalah instrumen kuat untuk melindungi konsumen, agar tidak semakin terjerumus oleh bahaya rokok, baik bagi kesehatan tubuhnya bahkan kesehatan finansialnya.
Tulus berpendapat, pembatalan kenaikan cukai rokok ini hanya akan dijadikan kepentingan politik belaka. "Pemerintah telah mengorbankan kepentingan perlindungan konsumen dan kesehatan publik demi kepentingan jangka pendek," kata dia.
Sumber: Tempo