SUKABUMIUPDATE.com - Muhammadiyah meminta aksi dan respon elemen masyarakat atas insiden pembakaran bendera di Garut disudahi, tidak diteruskan lagi. “Kita rekat kembali rasa persaudaraan, saling memahami, dan jangan memperluas masalah,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir di Yogyakarta, Sabtu 27 Oktober 2018.
Muhammadiyah juga meminta agar perwakilan organisasi masyarakat di daerah mengkonsolidasikan kadernya agar tidak memperpanjang masalah pembakaran bendera itu. “Sebaiknya gelombang aksi-aksi itu berhenti, semua kembali saling memaafkan dan semua dicukupkan diganti dengan kegiatan yang produktif.”
Haedar menuturkan jika ada peristiwa hukum seperti yang terjadi pada organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau lainnya ia meminta menyerahkan sepenuhnya pada aparat hukum. “Warga jangan bergerak sendiri, karena kita memiliki aturan.”
Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengundang sejumlah pimpinan ormas Islam ke rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Jumat malam, 26 Oktober 2018. Pertemuan itu membahas peristiwa pembakaran bendera bertuliskan lafaz tauhid di Limbangan, Garut, Jawa Barat. “Pertemuan itu untuk menyatukan pandangan soal pembakaran bendera,” ujar Haedar.
Ormas yang hadir menyesalkan kejadian itu. Apapun penafsiran orang tentang lambang bendera itu, pembakaran disepakati tidak boleh terulang karena menimbulkan kegaduhan. “Karena sudah menjadi masalah, harus ada proses hukum objektif baik dari pelaku pembakaran maupun orang yang diduga membawa bendera itu,” ujarnya.
Mengenai para pembakar bendera yang sudah dibebaskan polisi, Haedar mengatakan proses itu harus berdasar hukum. “Kalau sudah dibebaskan lalu ada proses apa setelah itu?”
Pihaknya, kata Haedar, tidak akan mencampuri proses hukum yang dilakukan oleh kepolisian terhadap kasus pembakaran bendera itu. “Prinsipnya, apapun temuan dalam peristiwa itu harus ada proses hukum.”
Sumber: Tempo