SUKABUMIUPDATE.com - Dr. Mohammed Dajani, Founder and Chairman Wasatia Movement, Jerusalem berkisah tentang bagaimana partai politik di negaranya tidak menyebarkan Islam rahmah. Justru, kata dia, banyak yang menyebarkan kebencian.
Dajani memberi contoh bagaimana Hamas melakukan propaganda lewat foto berisi anak kecil yang diikat dengan bom supaya bisa membunuh orang lain. Lalu foto itu disebarkan.
“Mereka harus membenci Yahudi, harus membenci Nasrani. Mereka membakar sinagoga (tempat ibadah orang Yahudi), mereka membakar gereja. Ini bukan Islam, ini kebencian,” kata dia saat menghadiri 2d Global Unity Forum di Hotel Marriot, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat 26 Oktober 2018.
Dajjani mengatakan agama seharusnya tak dijadikan kendaraan politik.
Jika agama dijadikan alat politik, hasilnya justru perpecahan.
“Orang Palestina mayoritas muslim. Ada tiga puluh partai politik sekuler yang tidak punya aspirasi nilai luhur agama. Tetapi aspirasi juga tidak dipenuhi oleh sepuluh organisasi Islam yang ada di Palestina. Mereka tidak menyebarkan inti nilai Islam itu sendiri,” kata Dr. Mohammed Dajjani.
Dajani juga mencontohkan Hizbut Tahrir yang menurut dia memperalat Al Quran dengan tafsir untuk membenci Yahudi dan Nasrani.
Contohnya lagi, kata Dajani, Hizbut Tahrir di Palestina dan di mana saja menafsirkan tiga ayat terakhir di surat Al Fatihah yang menjadi sasaran kemarahan Tuhan adalah orang Yahudi. Sedangkan yang sesat adalah orang Nasrani. Padahal, kata Dajjani, Tuhan marah terhadap orang yang menolak kebenaran dan orang munafik.
“Hizbut Tahrir menafsirkan makna ummatan wasatan itu dengan menyatakan Islam ada di tengah antara Yahudi dan Nasrani. Yahudi yang membunuh para nabi dan Nasrani yang menjadikan nabi sebagai Tuhan,” kata Dajani.
Senada, Zainab al-Suwaij, Executive Director American Islamic Congress dari Irak mengatakan, negaranya hancur karena menjadikan agama sebagai alat politik. Orang yang mempunyai kepentingan politik menghancurkan sesama manusia menggunakan agama.
“Yang terjadi di negara saya (Irak) banyak orang mati dibunuh dan keluarga mereka hilang. Peradaban hancur karena mereka mengatasnamakan agama untuk menghabisi sesama manusia,” kata dia.
Dua tokoh agama ini sepakat dengan Indonesia untuk menyikapi perbedaan. Mereka justru banyak belajar dari Indonesia yang mengayomi perbedaan agama, suku dan ras.
Acara 2d Global Unity Forum ini dihelat bersama Gerakan Pemuda Ansor. Organisasi di bawah Nahdlatul Ulama ini juga mengajak dunia untuk tidak menjadikan Islam atau agama lain sebagai alat politik dan senjata meraih kekuasaan. Pertemuan ini dihadiri perwakilan negara-negara yang mengalami konflik agama seperti Irak, Afganistan, Palestina dan Suriah. Indonesia diharapkan menjadi inspirasi dunia dalam menjaga pluralisme dan toleransi.
“Kami mengajak pemuda di seluruh dunia dan Indonesia mengukuhkan konsensus pendiri bangsa dalam merawat, menghargai, dan saling menjaga segala keberagaman,” kata Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Abdul Rachman.
Ia mengatakan dunia terancam oleh keberadaan kelompok yang menggunakan agama sebagai pembenaran meraih kekuasaan. Bahkan lewat kekerasan dan kekejaman yang menghancurkan umat manusia. Kelompok tersebut mengusung semangat eksklusivitas yang bersifat superior dan merasa berhak atas bumi beserta segala isinya.
“Tujuan pertemuan ini bersama-sama membawa kembali semangat Islam sebagai agama pembawa rahmah, cinta damai, dan saling menghargai,” kata dia.
Sumber: Tempo