SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Seorang pelapor dari masyarakat, Dahlan Pido, mengatakan Luhut dan Sri Mulyani melanggar aturan karena diduga berkampanye di penutupan forum Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) beberapa waktu lalu.
"Kami melaporkan ada dugaan pelanggaran oleh pejabat negara itu," kata Dahlan di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018. Luhut dan Sri Mulyani diduga melakukan kampanye dalam forum internasional. Pada Ahad malam lalu di Bali, Luhut mengacungkan salam satu jari di depan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur IMF Christine Lagarde.
Adapun Sri Mulyani mengatakan satu jari itu untuk Joko Widodo dan dua jari untuk Prabowo Subianto. Maka kedua tamu internasional itu mengacungkan salam satu jari.
Menurut Dahlan, Luhut dan Sri Mulyani diduga melanggar Pasal 282 dan 283 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia mengatakan ada dugaan Luhut dan Sri Mulyani menguntungkan salah satu pasangan calon. "Pengertian dalam bahasa pemilu itu ada pelanggaran. Pejabat negara dalam melakukan kegiatan mengarah pada keberpihakan ke peserta pemilu dalam masa kampanye," katanya.
Dalam pasal 282 UU Pemilu disebutkan 'pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.' Adapun, Pasal 283 Ayat 1 juga berbunyi "Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye."
Dahlan mengatakan, jika ditemukan unsur-unsur pelanggaran dalam acara tersebut, Luhut dan Sri Mulyani dapat diberikan sanksi dalam pasal 547 UU Pemilu. Aturan tersebut berbunyi 'Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Sumber: Tempo