SUKABUMIUPDATE.com - Pengungsi gempa Palu di Palu, Donggala, dan Sigi, Sulawesi Tengah, mulai terserang penyakit pada pekan kedua pascabencana. Dokter lapangan Letnan Dua (Letdu) Corps Kesehatan Militer (CKM) dr George Tirta mengatakan rata-rata masyarakat mengeluh mual-mual, batuk, pilek, dan demam.
“Penyebabnya karena kekurangan air bersih atau makanan bergizi,” kata George kepada Tempo di Palu, Ahad, 14 Oktober 2018. Keluhan ini hampir dialami semua pasien di rumah sakit lapangan yang dibuka oleh Batalyon Kesehatan (Yonkes) I Kostrad di Kota Palu, Kabupaten Sigi, maupun Kabupaten Donggala.
Rata-rata pengungsi gempa dan tsunami Palu yang terjangkit penyakit sekunder ditangani dengan rawat jalan. Hanya pasien dengan kondisi penyakit berat yang dirujuk untuk rawat inap di rumah sakit-rumah sakit di Kota Palu. Adapun di daerah-daerah terisolasi, pasien akan dievakuasi menggunakan heikopter.
“Kecuali penyakit gawat, akan kami rawat dulu di rumah sakit lapangan, baru setelah kondisi baik dirujuk ke rumah sakit di kota,” ujar George. Pasien dengan kondisi penyakit gawat yang dimaksud ialah yang mengalami tekanan darah tinggi dan sesak nafas.
Kondisi pasien yang seperti itu tidak memungkinkan untuk dievakuasi melalui jalur udara. Pasien butuh kondisi yang stabil. Sedangkan penumpang yang dievakuasi dengan helikopter biasanya akan terguncang-guncang selama perjalanan. Pasien juga membutuhkan oksigen dan pengawasan intens.
Akan halnya pasien patah tulang atau luka-luka yang terdampak langsung oleh bencana masih ada yang belum ditangani meski jumlahnya sudah tidak terlampau banyak dibandingkan dengan pekan pertama pasca-gempa. Pada Sabtu kemarin, Yonkes I Kostrad mengevakuasi seorang pasien perempuan berusia 70 tahun dari Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.
Sampai saat ini, pasien rawat jalan korban gempa Palu yang ditangani Kostrad berjumlah sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan rawat inap berjumlah 250 orang.
Sumber: Tempo