SUKABUMIUPDATE.com - Presiden Joko Widodo melarang pemerintah daerah dan institusi terkait menerima pegawai honorer baru. Alasannya, saat ini pemerintah tengah menyusun skema kepegawaian untuk menjamin kesejahteraan pegawai non-PNS tersebut.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan skema baru itu disusun untuk mengakomodasi pegawai honorer yang ada saat ini. Dengan skema itu diharapkan tidak ada lagi penambahan pegawai kontrak di instansi pemerintahan.
"Presiden berpesan, kalau skema ini dijalankan, tidak boleh ada lagi tenaga honorer baru,” kata Bima setelah mengikuti rapat terbatas terkait dengan pembentukan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Jumat, 21 September 2018.
“Poin yang paling penting yang harus diikuti adalah untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer karena tidak akan pernah berhenti," kata Bima dalam acara jumpa pers di Gedung Bina Graha, Istana Merdeka, Jakarta, tersebut.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menambahkan, apabila di kemudian hari masih ada pemerintah daerah atau instansi pemerintah merekrut pegawai honorer, akan diberi sanksi. Namun bentuk sanksi dan aturan larangan itu, kata Moeldoko, sedang disiapkan. "Akan ada peraturan soal sanksi itu," ujarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan selama ini upah guru honorer berasal dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). Jika ada kepala sekolah yang nekat mempekerjakan guru honorer, akan mendapat sanksi.
"Mereka kan biasanya digaji dari BOS, kita akan tahu nanti. Jadi itu sudah kita tetapkan menjadi tanggung jawab dan urusan sekolah yang merekrut. Kami tidak akan lagi tanggung jawab," kata Muhadjir.
Meski demikian, Muhadjir mengaku belum ada sekolah yang ketahuan merekrut pegawai honorer baru saat ini. Apabila ditemukan, Kemendikbud akan mengevaluasi kucuran dana BOS kepada sekolah tersebut.
Sumber: Tempo