SUKABUMIUPDATE.com - Ekonom Faisal Basri menilai upaya pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi selama ini untuk mengendalikan kurs rupiah dan memperkuat cadangan devisa masih lamban. Bagi Faisal Basri, tidak ada gebrakan yang ofensif dari pemerintah di tengah kondisi kurs rupiah yang terus melemah.
"Semua defensif, identifikasi 500 komoditi yang akan dilaranglah, diapakanlah, padahal banyak sekali langkah ofensif," kata dia saat ditemui dalam acara Seminar Nasional RUU Sumber Daya Air oleh Apindo di Veranda Hotel, Jakarta Selatan, Selasa, 21 Agustus 2018.
Faisal mengusulkan sudah seharusnya Jokowi menerbitkan kebijakan ofensif seperti melarang menteri-menterinya untuk beternak dolar Amerika Serikat. Sebab, anak-anak buah Jokowi ini, kata Faisal, memiliki kekayaan dalam dolar hingga ratusan ribu dolar banyaknya.
"Menurut saya itu sangat tidak pantas, bagaimana percaya rupiah, kalau menterinya sendiri tak percaya" kata Faisal.
Dalam beberapa minggu terakhir, nilai tukar rupiah memang terus tergerus hingga ke level Rp 14.500-Rp 14.600 per dolar Amerika Serikat. Kondisi yang sama terjadi pada cadangan devisa Indonesia yang semakin terkikis.
Hingga Juli 2018, cadangan devisa tercatat sebesar US$ 118,3 miliar atau turun dari Juni 2018 yang masih di level US$ 119,8 miliar.
Kondisi ini membuat pemerintah pontang-panting dan mulai menelurkan sejumlah kebijakan yang dianggap mujarab.
"Saya minta dua hal utama, pengendalian impor dan peningkatan ekspor," kata Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 31 Juli 2018.
Alih-alih membikin rupiah menguat, kebijakan defensif seperti pembatasan impor ini justru berpotensi membuat sejumlah industri menjadi kelabakan. Faisal Basri mencontohkan industri yang bergerak pada sektor barang kondumsi yang hanya berkontribusi sekitar 9,5 persen dari total impor.
"Jadi, jangan ajarin industri untuk pakai bahan baku apa," kata Faisal Basri memberi saran kepada pemerintahan Jokowi
Sumber: Tempo