SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI akhirnya mengeluarkan fatwa tentang vaksin MR (Measless Rubella). Dalam fatwa nomor 33 tahun 2018, MUI mnyatakan penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.
"Penggunaan vaksin MR dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi," kata Ketua Fatwa MUI Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin 20 Agustus 2018.
Meski demikian, penggunaan vaksin MR dari SII saat ini dibolehkan (mubah) karena mencakup tiga persoalan. "Ada kondisi keterpaksaan (darurat syar'iyyah), belum ditemukannya vaksin MR yang halal dan suci, dan ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal," ujarnya.
MUI juga menambahkan status penggunaan vaksin MR yang saat ini masih dibolehkan tidak akan berlaku lagi jika telah ditemukan vaksin yang halal dan suci.
Selain itu, MUI juga mengeluarkan empat rekomendasi kepada pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat dalam bidang kesehatan masyarakat.
1. Ketersediaan Vaksin Halal
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengatakan ada prosedur soal halal yang luput dilakukan Kementerian Kesehatan dalam proses sertifikasi vaksin MR.
Seharusnya, kata Anwar, Kemenkes sejak jauh-jauh hari mengajukan surat pada MUI untuk pemeriksaan kehalalan vaksin.
"Tetapi suratnya enggak pernah masuk. Bagaimana LPPOM menindaklanjuti. Bagi saya, terus terang ini keteledoran," ujar Anwar di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta pada Senin, 6 Agustus 2018.
2. Produsen Wajib Buat Vaksin Halal
Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disebutkan tentang pembuatan produk halal dan lembaga yang mensertifikasinya.
3. Pertimbangan Keagamaan
MUI mengatakan pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
4. Pemerintah Harus Memperhatikan Kepentingan Umat
Menurut MUI pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
Sumber: Tempo