SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Kominikasi dan Informatika RI mengidentifikasi bahwa masih banyak masyarakat di Indonesia menggunakan alat komunikasi radio ilegal. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan dari frekuensi alat komunikasi radio ilegal itu bisa mengganggu lalu lintas penerbangan.
Direktur Standarisasi Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Kominfo RI Mochamad Hadiyana, mengatakan yang paling banyak menggunakan alat komunikasi ilegal adalah para nelayan di pantai utara.
Berdasarkan hasil pemantauan melalui radar, data terakhir tercatat tangkapan alat komunikasi ilegal di perairan pantai utara yang dimonitor di wilayah Samarinda, Kalimantan Timur mencapai 6.265. Sedangkan, di hasil monitor di wilayah Merauke, Papua, terhadap wilayah pantura di sana mencapai 8.325.
Adapun di wilayah perairan pantai utara yang dilihat dari Kupang, alat komunikasi ilegal yang tertangkap mencapai 2.830. "Percakapan para nelayan menggunakan alat komunikasi yang ilegal ini bisa memutus komunikasi di dunia penerbangan," katanya di sela sosialisasi Tepat Menggunakan Alat Telekomunikasi di Bekasi, Senin, 13 Agustus 2018.
Saking banyaknya gangguan itu, kata dia, pilot asing yang melintasi menyebut bahwa lalu lintas udara di Indonesia bagaikan jalur neraka. Karena itu, pihaknya terus melakukan pembinaan bagi nelayan yang menggunakan alat komunikasi ilegal bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. "Kalau pelakunya korporasi dilanjutkan ke pengadilan," ujar dia.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, mengatakan dampak gangguan yang ditimbulkan akibat penggunaan alat komunikasi ilegal masih wajar. "Alhamdulillah, sampai sekarang tidak ada dampak yang fatal," ujar dia.
Ismail mengatakan, pihaknya terus menekan penggunaan alat komunikasi yang ilegal. Menurut dia, peralatan telematika yang beredar di Indonesia harus melalui sertifikasi lembaganya. Hal ini dilakukan agar penggunannya tepat, dan sesuai dengan peruntukannya. "Kami pernah mendapatkan aduan dari penerbangan internasional," kata dia.
Sumber: Tempo