SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Menteri Bidang Koordinator Kemaritiman Indonesia Rizal Ramli prihatin soal banyaknya buzzer politik di media sosial.
Menurut Rizal Ramli, buzzer politik dapat merusak demokrasi dan menuntun Indonesia ke dalam krisis. Ia berharap Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 bebas dari aksi saling caci di media sosial oleh para buzzer politik.
Buzzer merupakan istilah bagi akun di media sosial yang menjadi pengeras suara atau pemberi pengaruh bagi suatu isu. Buzzer politik pun marak di era media sosial untuk mengarahkan opini masyarakat terhadap isu tertentu.
Indonesia menurut Rizal perlu diselamatkan karena sedang berada dalam ambang batas krisis primordial, agama serta suku. Salah satu penyebabnya tak lain adalah buzzer yang disewa oleh para politisi untuk menumbangkan lawan politiknya dengan menyebar isu-isu tidak benar.
“Saya lihat ada tradisi, para calon (capres-cawapres) menyewa buzzer. Mereka (buzzer) ini tidak ada kualitasnya, dan bisa merusak demokrasi,” kata Rizal Ramli kepada wartawan Sabtu 11 Agustus 2018, di Hotel Alia, Cikini, Jakarta Pusat.
Buzzer diakui Rizal kian menjauhkan demokrasi dari substansinya. Di mana seharusnya di dalam demokrasi para pasangan calon menawarkan gagasan untuk membangun bangsa, bukan saling melemparkan tuduhan.
“Mudah-mudahan kedua pasangan calon ini menawarkan program dan strategi untuk menyelamatkan Indonesia, bukan hanya sekedar cawe-cawe merebut kekuasaan,” ujar Rizal Ramli. “Biarkan rakyat mendengar musik yang merdu dan jelas, tanpa gangguan noise.”
Pria yang juga sempat menjabat sebagai menteri keuangan pada 2001 ini mengatakan musik yang dimaksud merupakan ide dan gagasan yang ditawarkan para pasangan calon, sementara gangguannya adalah tindakan buzzer yang membuat distorsi, yang dalam ilmu komunikasi disebut dengan noise.
“Kalau betul pro demokrasi, bubarkan buzzer bayaran. Saya tidak mau Indonesia seperti Lebanon yang menjadi pecah oleh konflik etnis dan agama,” ujar Rizal Ramli.
Sumber: Tempo