SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran, menyatakan, sejak Januari sampai dengan April 2018, terjadi penurunan volume produksi industri rokok sebesar 7 persen. Penurunan produksi ini lebih besar ketimbang yang dicatatkan oleh industri rokok selama empat tahun terakhir sebesar 1-2 persen.
Penurunan produksi rokok itu, menurut Ismanu, seiring dengan kenaikan cukai setiap tahun., Walhasil, jumlah produsen rokok pun jeblok hingga 51 persen sejak 2012-2017. Hal ini yang berdampak terhadap serapan tenaga kerja di pabrik rokok dan pertanian tembakau.
Pada tahun ini, cukai rokok naik sebesar 10,04 persen secara rata-rata dengan target cukai senilai Rp 148,23 triliun. Target ini naik 0,5 persen dibandingkan dengan target pada tahun sebelumnya senilai Rp 147,49 triliun.
Dengan kondisi tersebut, kata Ismanu, pihaknya menolak rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai dan menyederhanakan layer cukai yang diatur dalam PMK No. 146/2017. Apabila kenaikan tarif dan penyederhanaan layer dilakukan, industri meyakini akan terjadi kenaikan ganda, yang terdiri dari tarif cukai dan dampak penghapusan layer. “Skema kenaikan tarif melalui pengurangan layer cukup signifikan dari 2018-2021,” kata Ismanu pekan lalu.
Eskalasi kenaikan tarif cukai dengan cara mengakumulasi kuota produksi sigaret kretek mesin dan sigaret putih mesin serta penyamaan tarif jenis keduanya akan mengakibatkan peluang persaingan yang tidak sehat dalam industri hasil tembakau. "Kebijakan ini hanya menguntungkan golongan tertentu saja,” ucap Ismanu.
Ismanu menambahkan, penyederhanaan layer pada industri hasil tembakau yang memiliki jenis produk yang beragam juga bisa berakibat pada perubahan struktur industri dan menjadi beban tambahan baru yang cukup signifikan. Secara klasifikasi besar, produk rokok di Indonesia saat ini terbagi ke dalam tiga jenis, yakni kretek tangan, kretek mesin, dan putih mesin.
Kebijakan ini, menurut Ismanu, juga bakal kontraproduktif dengan tujuan pemerintah merancang peraturan yang efektif bagi industri tembakau dalam menyeimbangkan antara penerimaan pendapatan, kesehatan, tenaga kerja, dan pengendalian perdagangan rokok ilegal.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, asosiasi berharap pemerintah dapat mengkaji kembali rencana penerapan kenaikan cukai rokok dan penyederhanaan layer cukai. “Kebijakan ini berpotensi menimbulkan kerugian, baik bagi industri maupun negara sendiri,” ujar Ismanu.
Sumber: Tempo