SUKABUMIUPDATE.com - Menjelang pendaftaran capres dan cawapres untuk pemilu 2019, Partai Demokrat masih belum menentukan sikap akan berkoalisi ke kubu mana pun. Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan partainya masih mempertimbangkan banyak hal terkait koalisi pilpres 2019 mendatang.
"Kepentingan kami di 2019 sangat besar, makanya kami harus sangat ekstra hati-hati dalam menentukan sikap," ujar Ferdinand melalui sambungan telepon kepada Tempo, Ahad, 8 Juli 2018.
Menurut Ferdinand, Demokrat belum condong ke kubu mana pun, baik pemerintah atau oposisi. Saat ini, kata dia, partainya masih membangun startegi politik dengan pertimbangan yang matang.
"Tentu kami pikirkan masak-masak dampaknya kepada partai karena kalau kami hanya sebagai partai pendukung saja nanti akan merugikan partai," ucap Ferdinand. "Bisa hilang suara kami nanti."
Ferdinand mengatakan Demokrat tetap menjalin komunikasi ke semua pihak. Selain itu, ucap dia, partainya tetap memprioritaskan rakyat demi memberikan yang terbaik. "Supaya rakyat bisa mendapat sesuatu dari pesta demokrasi ini, tak melulu jadi objek saja," tuturnya.
Hingga saat ini, ada dua koalisi yang sudah memantapkan diri untuk pilpres 2019. Yaitu, koalisi pemerintah yang mendukung calon inkumben Presiden Joko Widodo terdiri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Hanura, Partai NasDem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Di kubu oposisi, ada koalisi yang berisikan Partai Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Beberapa partai yang belum menentukan sikap adalah Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Berkarya. PAN digadang-gadang akan berlabuh ke kubu oposisi, sedangkan PKB akan bertengger di kubu pemerintah.
Partai Demokrat sempat ingin membangun poros ketiga yang disebut koalisi kerakyatan dalam pilpres 2019. Poros yang dicetuskan oleh SBY itu hingga saat ini masih sebatas wacana. Demokrat masih berharap uji materi UU di Mahkamah Konstitusi terkait Presidensial Treshold 20 persen, disahkan menjadi 0 persen.
Sumber: Tempo