SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan pihaknya mendukung hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis mati teroris Aman Abdurrahman. Setelah putusan itu, kata Argo, kepolisian tetap mewaspadai ancaman dari teroris lainnya.
"Pertimbangan hakim seperti itu, kita mendukung saja. Tapi kita tetap waspada terhadap ancaman teroris," kata Argo di kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 Juni 2018.
Menurut Argo, kepolisian tetap berkomunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan masyarakat setempat melalui perwakilan RT dan RW untuk mewaspadai ancaman teroris.
Perhitungan kepolisian terbukti. Kepolisian Daerah Jawa Barat menembak mati terduga teroris berinisial M, di flyover Pamanukan, Kabupaten Subang, pada Jumat, 22 Juni 2018. Polisi juga menembak mati AS, 28 tahun, dan AZW alias MRS (31), terduga teroris anggota JAD, yang sedang melajukan sepeda motornya di Jalan Tole Iskandar, Kota Depok, Sabtu, 23 Juni 2018.
Dalam putusannya, hakim menyatakan Aman Abdurrahman terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana terorisme. Sidang putusan berlangsung di PN Jakarta Selatan, Jumat, 22 Juni 2018.
Pertimbangan yang memberatkan adalah terdakwa merupakan residivis dengan aliran ISIS. Aman Abdurrahman juga dinyatakan sebagai penggagas dan pembentuk JAD, menyebarkan paham yang menyebabkan korban jiwa, menggerakkan orang lain untuk menjalankan aksi teror, serta merenggut masa depan orang lain.
Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Hamli menuturkan, secara individu komunikasi BNPT dengan polisi berjalan baik. Menurut Hamli, pengawasan terhadap ancaman teroris yang dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.
Di bagian pencegahan misalnya, ada tiga langkah pengawasan. Pertama, melakukan deradikalisasi terhadap narapidana teroris alias napiter dan mantan narapidana beserta keluarganya.
Kedua, melakukan kontra radikalisasi dan kontra narasi. Kontra radikalisasi merupakan upaya memberikan pemahaman yang moderat kepada masyarakat, seperti pelajar dan mahasiswa.
Penyampaiannya bisa melalui media berbasis daring (online) ataupun secara langsung (offline). Menurut Hamli, konten kontra radikalisasi dan teroris biasanya disebarkan lewat media sosial BNPT.
Implementasi kontra radikalisasi, lanjut Hamli, dilakukan dengan membuat beberapa video pendek dan film dokumenter. Sementara kontra narasi persis seperti kontra radikalisasi, namun penyampaiannya melalui tulisan.
"Supaya memahami agama secara benar serta memberikan pemahaman wawasan kebangsaan," ujar Hamli saat dihubungi Tempo hari ini.
Sumber: Tempo