SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Subbidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Devy Kamil Syahbana membenarkan bahwa sejak awal pekan ini, yaitu 18 Juni 2018, terjadi peningkatan akvitas gunung Anak Krakatau.
“Kemarin tanggal 21 Juni, ada orang mengambil gambar kemudian ramai mengatakan terjadi erupsi,” kata dia di kantornya di Bandung pada Sabtu, 23 Juni 2018.
Devy mengatakan, erupsi yang terjadi pada gunung Anak Krakatau adalah hal biasa untuk gunung api yang sedang fase tumbuh. Sejak sepekan ini misalnya, terjadi erupsi hembusan. ”Hembusan ini abu dan gas, bukan erupsi yang besar,” kata dia.
Sejak tahun 2012, kata Devy, PVMBG sudah menetapkan status aktivitas Gunung Anak Krakatau dalam status Waspada atau Level II. “Kalau Level II, bisa terjadi erupsi di sekitar area puncak. Ada peningkatan aktivitas, bisa juga tidak erupsi, atau disertai erupsi tapi di daerah puncak,” kata dia.
Devy mengatakan, sejumlah pengamatan yang dilakuan dari Pos Pengamatan, pemantauan instrumental dan remote sensing yang memanfaatkan satelit mendapati aktivitas Gunung Anak Krakatau masih dalam kategori relatif stabil. “Boleh dikatakan stabil, dalam artian tidak ada peningkatan yang luar biasa,” kata dia.
Meski begitu, Devy mengatakan erupsi bisa terjadi setiap saat. PVMBG sudah memberikan rekomendasi agar tidak ada aktivitas warga di sekitar Gunung Anak Krakatau dalam radius satu kilometer. “Tidak boleh ada aktivitas dalam pulau itu. Nelayan masih bisa beraktivitas di sekitar pulau itu seperti biasa, tapi jangan menepi di wilayah bukaan kawah gunung itu, bukaan kawanya itu ke arah barat daya,” kata dia.
PVMBG mencatat sejak 18 Juni 2018 terjadi peningkatan aktivitas dengan terekam gempa vulkanik dan tektonik serta tremor terus menerus. Pada 19 Juni 2018 terpantau peningkatan gempa hembusan dari rata-rata satu kali sehari menjadi 69 kali dalam sehari. Terekam juga 12 kali gempa low frekuensi.
Lalu pada 20 Juni 2018 terekam 88 kali gempa hembusan, 11 gempa low frekuensi, 36 kali gempa vulkanik dangkal. Lalu pada 21 Juni 2018 terekam 49 gempa hembusan, 8 kali gempa low frekuensi, 50 kali gempa vulkanik dangkal, dan 4 kali gempa vulkanik dalam. Pada 22 Juni 2018, terlihat visual asap dari kawah utama setinggi 100-200 meter dari puncak, terlihat hembusan asap berwarna kelabu disertai material abu vulkanik.
Gunung Anak Krakatau tumbuh dari sisa letusan Gunung Krakatau pada 1883. Letusan saat itu menghancurkan tiga puncak gunung sekaligus, yakni Gunung Danan, Perbuwatan, dan sebagian Gunung Rakata yang menyisakan Pulau Rakata. Letusan itu mengakibatkan gelombang tsunami setinggi 40 meter.
Selepas letusan besar tersebut, pada 1927, seorang ilmuwan Belanda menemukan aktivitas erupsi bawah laut di kompleks sisa-sisa kompleks Gunung Krakatau. Baru pada tahun 1929, serangkaian erupsi bawah laut itu memunculkan material yang terlihat di permukaan laut yang terus tumbuh dan dikenal saat ini sebagai Gunung Anak Krakatau.
Tinggi Gunung Anak Krakatau terkhir tercatat 800 meter di atas permukaan laut. “Pertumbuhannya sampai sekarang membentuk Gunung Anak Krakatau yang berupa pulau gunung api dengan diameter 2 kilometer,” kata Devy.
Sumber: Tempo