SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah Kota Surabaya menyatakan tetap mencairkan gaji ke-13 plus tunjangan hari raya (THR) kepada pegawai negeri sipilnya. Namun, pembayaran ini hanya berdasarkan gaji pokok tanpa tunjangan. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Surabaya Yusron Sumartono berdalih, berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, tunjangan hanya dibayar jika pegawai negara bekerja pada bulan terkait.
"Ini tidak patut karena (PNS) tidak bekerja (untuk bulan ke-13 dan 14)" ujar Yusron kepada Tempo, Kamis 7 Juni 2018.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan jika kebijakan dipaksakan, defisit anggaran akan bertambah lebar. Sebab, Dana Alokasi Umum tahun ini yang berjumlah Rp 1,01 triliun saja sudah tekor Rp 100 miliar untuk membayar gaji pokok. "Jadi kami tekor," kata dia.
Anggaran gaji pokok berikut tunjangannya juga memberatkan Provinsi Banten. Sebagai jalan tengah, pemerintah hanya membayar gaji pokok untuk 10.077 pekerja pelat merah dengan total anggaran Rp 41,9 miliar. "Jika tunjangan dianggarkan, bisa mencapai Rp 110 miliar," tutur Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Banten Nandy Mulya.
Pemerintah Kota Bekasi pun absen menaruh komponen tunjangan dalam THR. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi Koswara Hanafi menyebut anggaran tahun ini sudah melonjak hingga Rp 60 miliar dari tahun lalu senilai Rp 45 miliar. "Karena anggaran daerah terbatas, THR tidak full."
Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Lombok Barat Muhammad Taufiq mengeluhkan kebijakan THR yang mendadak dan diterbitkan tanpa mendengar aspirasi pemerintah daerah. Meski begitu, pemerintah Lombok Barat tetap membayar gaji ke-13 dan THR berikut tunjangannya. Akibatnya, anggaran akan defisit sebesar Rp 9,7 miliar. "Perubahan anggaran segera kami usulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," kata Taufiq.
Pemerintah Jawa Barat juga tetap memasukkan komponen tunjangan dalam THR. Untuk menambal biaya senilai Rp 200 miliar itu, pemerintah mencari dana segar melalui program pembebasan denda pajak kendaraan dan biaya balik nama kendaraan bekas.
Deputi Sekretaris Jenderal Fitra Apung Widadi menuturkan kebijakan THR tahun ini memberatkan pemerintah daerah. Pasalnya, berdasarkan data Kementerian Keuangan, masih ada 17 provinsi yang memiliki ruang fiskal rendah dan sangat rendah. Status tersebut juga terjadi bagi 207 kabupaten dan 47 kota.
Jika dipaksakan, kata Apung, pemerintah daerah bisa mengambil sebagian dana dari pendapatan asli daerah (PAD). Padahal dana ini seharusnya diperuntukkan bagi pelayanan publik. "Kebijakan ini sangat politis," tutur Apung.
Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis menyatakan seharusnya pemerintah pusat menambah DAU guna mengurangi beban pemerintah daerah. "seharusnya bisa dibahas dalam APBN Perubahan," ungkap Harry.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syafruddin mengatakan, sesuai dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kepala daerah memiliki kewenangan melaksanakan kebijakan anggaran. Hal itu mencakup penjadwalan ulang hingga penundaan kegiatan. Sehingga, jika pemerintah daerah masih keberatan, THR masih bisa dibayar di bulan berikutnya.
Dia turut membantah kebijakan ini mendadak. Menurut Syafruddin, alokasi gaji ke-13 dan 14 sudah termuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018. "Kalau (anggaran) tak tersedia, ada kelalaian pemerintah daerah."
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan semua daerah telah menggarkan THR untuk pegawai negara. "Kami cek satu-satu. Posisi 542 provinsi dan kabupaten/kota telah menganggarkan THR," katanya.
Sumber: Tempo