SUKABUMIUPDATE.com - Bagaimana perkenalan Dita Siska Millenia dengan Siska Nur Azizah, dua perempuan yang ditangkap karena diduga menyusup ke Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua Depok? Juga bagaimana keduanya tiba-tiba berniat jihad, hingga ingin pergi perang ke Suriah?
Dalam wawancaranya kepada Tempo, Dita mengaku mengenal Siska pada 2017 lalu melalui aplikasi Telegram. Keduanya tergabung dalam sebuah kanal di aplikasi pesan singkat itu, yakni kanal bernama "Turn Back Crime". “Semula saya pikir ia laki-laki karena nama Telegramnya ‘ant’,” kata Dita dikutip dari Majalah Tempo Edisi 28 Mei 2018. “Setelah ada yang memanggil ukhti, saya kirim pesan japri.”
Sejak perkenalan itu, keduanya aktif berkomunikasi secara personal dan berdiskusi soal agama. Dita pun mengaku nyambung dengan Siska lantaran merasa satu pikiran dan akidah. Salah satu hal yang mereka dalami adalah soal Islamic State.
Dita mengaku dari grup bernama 'Turn Back Crime' di aplikasi Telegram itulah ia belajar terorisme. Tak hanya telegram, tapi juga grup WhatsApp. Proses belajar otodidak itu dilakukan sejak November tahun lalu. "Saya otodidak,” kata Dita di markas polisi di Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Dita menceritakan cara dia bisa bergabung ke dalam grup tersebut. Dita mengatakan awalnya ingin belajar ilmu agama melalui media sosial sejak November 2017. Lalu, dia berkenalan dengan akun bernama Ikhwan di Instagram.
Dita suatu ketika membuat status di instagram soal kesukaannya kepada sebuah grup nasyid. Ikhwan mengomentari juga suka dengan grup nasyid itu dan menawarkan koleksi nasyid kepada Dita.
Dita mau menerima koleksi nasyid Ikhwan. Ikhwan meminta dia membuat akun di aplikasi pesan instan Telegram. Melalui Telegram, Ikhwan mengirim banyak koleksi nasyid kepadanya. Setelah beberapa waktu, Ikhwan memasukan Dita ke grup Mujahidin Indonesia. Rupanya, grup itu memiliki banyak tautan yang terhubung dengan grup lain, salah satunya ‘Turn Back Crime’.
Di grup itu, Dita mengatakan banyak belajar soal Daulah Islamiyah atau Negara Islam (Islamic State). Ia ingin Indonesia dan seluruh dunia menjadi Negara Islam. Dita bermimpi bisa berangkat ke Suriah bergabung dengan pasukan ISIS untuk berjihad. “Kalau perempuan belum menikah, boleh angkat senjata,” ujarnya.
Kepada polisi, Siska mengatakan pembahasan di grup ‘Turn Back Crime’—slogan polisi Indonesia—terkait dengan akidah, ketauhidan, soal memerangi thogut dengan kekuatan atau senjata yang dimiliki, dan jihad. Thogut yang dimaksud Siska adalah pemerintah Indonesia, termasuk kepolisian dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dari grup itu pula, Siska dan DIta mengaku mengetahui perkembangan kerusuhan di Mako Brimob. Ketika di grup bersahut-sahutan permintaan anggotanya untuk merapat ke Mako Brimob, dua perempuan berstatus pelajar itu segera menyusun rencana. Dita akan bertemu Siska di Bandung, lalu sama-sama ke Depok.
Keduanya ditangkap di Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu, 12 Mei 2018. Detasemen Khusus Antiteror 88 menuduhnya hendak menyerang polisi sebagai balas dendam kematian narapidana teroris dalam kerusuhan di rumah tahanan Mako Brimob sehari sebelumnya.
Aksi Dita dan Siska terjadi sehari setelah peristiwa penikaman terhadap anggota satuan intel Brimob Brigadir Kepala Marhum Frence, 41 tahun, Jumat, 11 Mei 2018. Pelaku, Tendi Sumarno, 23 tahun, ditembak rekan Frence setelah melakukan aksi tersebut. Frence tewas di lokasi kejadian.
Beberapa hari sebelum penangkapan Dita dan Siska, para tahanan kasus terorisme itu terlibat baku tembak dengan polisi karena mereka menyandera lima penjaga lalu membunuhnya. Seorang narapidana tewas dalam pertempuran itu. Drama pengepungan berdarah selama 36 jam di Mako Brimob itu berakhir dengan menyerahnya semua tahanan teroris lalu mereka dibawa ke penjara Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah.
Sumber: Tempo