SUKABUMIUPDATE.com - Teror Bom yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, selain mengakibatkan kematian juga menyisakan dampak yang sangat buruk, khususnya kepada anak. Menurut Nanang Suprayogi, akademisi psikologi di Universitas Bina Nusantara, mengungkapkan dampak terburuk dari teror bom terhadap psikologis anak adalah trauma.
"Ini (teror bom) akan mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Mereka yang terekspos ledakan berisiko mengalami trauma terhadap kerumunan," ujarnya.
Pada prinsipnya, sama dengan yang dialami orang dewasa, anak-anak malah bisa lebih trauma dengan benda-benda yang teridentifikasi terkait dengan materi peledak, misalnya panci, paku, paralon, atau benda lain yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Begitu juga trauma kepada orang-orang yang identik dengan terduga pelakunya, baik identik dalam gaya berpakaian, penampilan, perilaku, maupun tutur kata.
Dampak buruk berikutnya adalah fobia. Dalam psikologi, secara sederhana fobia adalah rasa ketakutan atau kekhawatiran yang berlebihan.
Apa yang harus dilakukan? Menurut Nanang, para orang tua atau mereka yang mengasuh harus menghalangi konten vulgar yang dapat dilihat atau didengar oleh anak, terutama foto-foto, video, atau konten apapun yang memperlihatkan korban tewas dan luka-luka.
"Misalnya saat nonton TV, ada berita yang menayangkan gambarnya, kemudian ada anak kita ikut menonton, alihkan saja kanalnya ke acara yang lain," tuturnya.
Bila anak sampai melihatnya maka membuka peluang konten itu akan diingat sampai dewasa. Namun, bila sudah terlihat anak, maka orang tua atau pengasuh harus segera menjelaskan bahwa tindakan itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, jika sampai orang tua atau pengasuh malah ikut-ikutan menyebarkan atau membagikan konten-konten tersebu,t baik di media sosial atau media lainnya.
"Justru itu akan membantu pelaku menyebarkan teror kepada orang lain dan anak sendiri," tambah Nanang.
Kemudian, dalam kondisi seperti ini, yang perlu dilakukan orang tua adalah mengajak anaknya secara bersama mendoakan para korban dan memberikan pemahaman bagaimana menjadi umat beragama dan warga negara yang baik, pemahaman berdasarkan kaidah-kaidah agama yang benar dan aturan-aturan yang berlaku di negara ini.
Sumber: Tempo