SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan belum semua konten radikalisme dan terorisme yang tersebar lewat media sosial dihapus. Sebab, menurut Rudiantara, jejak digital yang membahas seputar aksi teror masih diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
"Tadi itu banyak akun yang belum di takedown walaupun sudah diidentifikasi justru memastikan orangnya ditangkap oleh Polri, BNPT, atau densus," kata Rudiantara di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Mei 2018.
Konten radikalisme dan terorisme yang dimaksud sehubungan dengan pengeboman di Surabaya selama dua hari berturut-turut. Tiga gereja di Surabaya dibom oleh jaringan teroris Jamaah Anshorut Daulah (JAD) pada Minggu pagi, 13 Mei 2018.
Malam harinya, bom meledak di salah satu Rusunawa di Jalan Sepanjang, dekat Polsek Taman, Sidoarjo, Surabaya. Tak berhenti di situ, teror bom kembali terjadi di halaman Markas Polrestabes Surabaya sekitar pukul 08.50 WIB, Senin, 14 Mei 2018.
Hingga pagi ini, menurut Rudiantara, sudah ada ribuan akun dan konten terdeteksi mengandung unsur radikalisme dan terorisme. Pemerintah fokus di empat media sosial, yakni Facebook, Twitter, Youtube, dan Telegram.
Rudiantara memaparkan sudah ada penghapusan lebih dari 280 akun Telegram. Untuk Facebook dan Instagram ditemukan sekitar 450 akun penyebar konten, 300 akun di antaranya dihapus.
Selanjutnya, terdeteksi sekitar 250 konten di Youtube sarat radikalisme dan terorisme tapi baru 40 persen konten dihapus. Ada juga 60-70 akun Twitter, setengahnya telah dihapus.
Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari mengutarakan, Facebook tidak memberi ruang untuk menyebarkan konten kekerasan. Dia mengapresiasi pemerintah dan kepolisian yang sudah melaporkan konten-konten berisikan radikalisme dan terorisme.
"Kami berikan apresiasi untuk pemerintah dan masyarakat luas terutama teman-teman kepolisian yang beberapa hari terakhir ini rajin melaporkan konten untuk melaporkan agar diambil tindakan lebih lanjut," ujar Ruben.
Tim Google Indonesia sebagai perwakilan Youtube, Danny Ardianto, mengaku telah bekerja sama dengan pemerintah untuk menghapus konten yang mengarah terorisme, kekerasan, dan ujaran kebencian. Danny mengklaim, pihaknya memiliki kebijakan agar konten tersebut tak ada dalam Youtube.
"Kami jg bekeja 24 jam 7 hari seminggu untuk memastikan agar konten-konten (terorisme dan radikalisme) itu tidak ada di YouTube," ujarnya.
Sumber: Tempo