SUKABUMIUPDATE.com - Jaksa Penuntut Umum menyiapkan surat tuntutan untuk terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 29 Maret 2018. Dibawa menggunakan troli sekitar pukul 11.00 WIB, berkas setinggi sekitar 50 cm itu mempunyai 2.415 halaman.
Lantaran tebal, saat pembukaan persidangan Ketua Majelis Hakim Yanto menganjurkan agar berkas itu tak dibaca seluruhnya. "Ini begitu tebal, kalau dibacakan semuanya akan makan waktu sehari semalam," ujar Yanto.
Akhirnya, disepakati bahwa hanya beberapa bagian dari surat tuntutan, yakni identitas, fakta dan analisa yuridis dan tuntutan.
Setya Novanto dijadwalkan menjalani sidang tuntutan hari ini. Dalam sidang tuntutan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi akan menguraikan tuntutan dan keputusan soal justice collaborator (JC).
Setya Novanto merupakan terdakwa kasus korupsi e-KTP. Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Setya berperan sebagai orang yang meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011, ketika dia masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ditemui sebelum persidangan, penasehat hukum Setya Novanto, Firman Wijaya menuturkan kliennya siap menghadapi tuntutan hari ini. "Hari ini, Pak Novanto siap, kami penasehat hukum juga menghadiri sidang tuntutan," kata dia.
Selain itu, Firman menyampaikan kliennya mengambil pilihan menjadi JC karena secara persyaratan Undang-Undang sudah cukup memadai. "Pertama, beliau mengakui perbuatannya. Kedua, beliau mengembalikan sejumlah Rp 5 miliar," kata dia. Menurut dia, mengembalikan apa yang diduga hasil tindak pidana adalah bagian dari JC.
Selanjutnya, kata Firman, kliennya juga mau bekerjasama dengan penegak hukum, terutama untuk mendorong keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi untuk bekerjasama dengan penegak hukum. Selain itu kliennya juga mau memberikan testimoni.
"Dan ini tentu persyaratan, yang menurut hemat saya, sebagai bagian dari upaya seorang warga negara untuk mau bekerja dengan penegak hukum," kata dia.
Karena itu, kata pengacara Setya Novanto tersebut, sebaiknya penegak hukum, baik Jaksa Penuntut Umum, KPK, maupun Majelis Hakim perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut. "Karena kasus e-KTP bukan sekadar kasus serious crime tapi scandal crime," ujar dia.
Sumber: Tempo