SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan penyebaran hoax dan isu SARA, saat ini menjadi cara ampuh untuk memenangkan pemilihan umum. Kedua hal itu lebih mudah mempengaruhi masyarakat.
Ray mengatakan hoax dan isu SARA menjadi ampuh lantaran politik uang sudah tak terlalu berpengaruh ke publik. Dari sejumlah survei, dia menuturkan hanya 30 persen masyarakat yang terpengaruh uang.
"Jadi kalau kita kasih uang ke 10 orang, yang mau memilih karena uang paling hanya tiga orang," kata Ray dalam diskusi di Bakoel Coffie Cikini, Jakarta pada Jumat, 9 Maret 2018.
Pemilih juga sudah tak bisa lagi diyakinkan dengan visi dan misi partai. Ray mengatakan, hampir semua partai politik menawarkan janji-janji serupa. Selain itu, partai atau calon pemimpin cenderung melupakan visi misi mereka setelah berkuasa.
Akhirnya, muncul model baru yaitu hoax dan isu SARA. "Keduanya merupakan perpaduan yang sangat serius dan apik," kata Ray. Terutama, dalam konteks memenangkan pemilu.
Dalam konteks tersebut, isu SARA dan hoax banyak digunakan untuk menjatuhkan elektabilitas lawan. Ray mencontohkan pengalaman saat pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta tahun lalu.
Alat ini, menurut Ray, banyak digunakan pihak-pihak yang tak suka dengan demokrasi namun ingin berkuasa melalui jalur demokrasi. Ancaman yang timbul dari penyebaran hoax dan SARA untuk memenangkan pemilu adalah rusaknya demokrasi.
Ray mengatakan kondisi ini diperparah dengan rendahnya literasi di Indonesia. "Sayangnya bukan hanya literasi yang rendah. Tumbuh pula masyarakat yang nalar kritisnya rendah," ujarnya. Dia mencontohkan kaum terpelajar yang masih percaya hoax dan isu SARA bahkan ikut menyebarkannya.
Menurut Ray, salah satu sebab munculnya fenomena ini adalah peran oposisi pemerintah yang tak bekerja optimal. Mereka tak bekerja atas dasar strategi, prinsip-prinsip pengelolaan kenegaraan yang tepat, serta kepentingan publik.
Ray mencontohkan kritik yang dilempar oposisi terhadap revisi UU KUHP yang kembali memasukkan pasal penghinaan presiden padahal sudah pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi. Langkah tersebut menurut Ray sudah tepat. "Tapi apa mau dikata ketika UU MD3 yang mengetuk palunya berasal dari partai oposisi," ujar dia.
Sebab lainnya adalah, tidak ada kesepakatan antar partai politik untuk menghentikan penyebaran hoax dan isu SARA sebagai alat politik. Dia menuturkan, partai politik cenderung bereaksi hanya saat menjadi korban hoax. Saat sedang tak tertimpa apes, mereka lebih banyak diam.
Ray menilai perlu ada kesepakatan antar semua partai politik untuk menghentikan penggunaan isu hoax dan SARA. "Kedua hal ini tidak akan subur kalau partai politik berkomitmen," kata dia.
Sumber: Tempo