SUKABUMIUPDATE.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto mengaku tidak punya strategi agar permohonannya sebagai status pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator dikabulkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setya berujar sudah pasrah dan menghormati proses hukum. "Kita udah pasrah saja pada KPK. Kita ikut yang terbaik saja," kata Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 26 Februari 2018.
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tidak ada informasi spesifik yang disampaikan Setya kepada penyidik KPK terkait permohonannya menjadi justice collaborator. Febri tidak membantah bahwa Setya Novanto mengantongi nama-nama yang diduga ikut menikmati aliran uang dari megakorupsi proyek e-KTP.
Namun, ia tak dapat menyampaikan siapa saja nama-nama lain yang disampaikan Setya tersebut. "Apa saja yang disampaikan, siapa saja yang disampaikan, tentu tidak bisa saya sampaikan sebagai konsumsi publik karena itu terkait dengan teknis pemeriksaan," kata Febri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Februari 2018.
Menurut Febri, Setya seharusnya menyampaikan keterangan signifikan, seperti tokoh besar lain yang terlibat dalam perkara korupsi e-KTP. Hal itu penting bila Setya benar-benar serius mengajukan diri sebagai justice collaborator. "Kesempatan masih ada," ujar Febri.
Setya diduga berada dalam pusaran perkara korupsi yang keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu. KPK mensinyalir Setya berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di Dewan Perwakilan Rakyat pada medio 2010-2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Sety didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Tempo