SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menulis surat yang isinya membantah adanya pertemuan di Sukamiskin antara dia, Firman Wijaya, Mirwan Amir dan Saan Mustopa untuk merancang fitnah kepada Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan Edhi Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam korupsi proyek e-KTP.
Surat itu dititipkan Anas kepada Bobby Triadi, anggotanya di Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) pada Senin, 12 Februari 2018. Surat itu ditulis tangan oleh Anas. Terdiri dari 9 alinea yang terbagi dalam tiga lembar kertas.
Dalam surat yang ditulis pada 10 Februari lalu itu, Anas membukanya dengan kalimat, "Salam Keadilan. Sungguh ini hal yang lucu, lebih lucu dari dagelan," tulis Anas menanggapi beredarnya isu pemufakatan jahat untuk SBY.
"Tetapi karena sudah disebarkan dan menjadi berita luas, hoax ini perlu dibantah karena bisa menjadi virus jahat yg merusak dan menyesatkan," tulis Anas.
Isu tentang pemufakatan jahat oleh Anas mencuat setelah beredarnya surat yang diduga ditulis Mirwan Amir kepada salah satu media massa tentang pertemuannya, Saan Mustopa dan Firman Wijaya di Lapas Sukamiskin yang bertujuan memfitnah mantan Presiden SBY.
Beredarnya surat itu kemudian mendapat tanggapan dari kader partai Demokrat. Pada Selasa, 6 Februari 2018, politikus Partai Demokrat, Andi Arief, mencuit bahwa Firman diduga melakukan pemufakatan jahat sehubungan dengan disebutnya nama SBY dalam sidang terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto.
Andi mengungkapkannya melalui akun Twitter @andiarief_ dengan mencantumkan nama beberapa politikus. Dalam akun itu tertulis: “Pagi ini dikejutkan dengan beredarnya surat Mirwan Amir bahwa persidangan 25 Januari 2018 lalu yang menyebut nama SBY adalah hasil permufakatan jahat Firman Wijaya, Saan Mustofa, Anas Urbaningrum, dan Setya Novanto. Kami masih klarifikasi kebenarannya.â€
Anas merasa aneh tentang beredarnya surat itu yang dinilai hampir bersamaan dengan pernyataan pers SBY dan pelaporan Firman Wijaya ke Bareskrim Polri. Anas kemudian menyayangkan sikap sebagian orang di lingkungan SBY yang menyebarkan surat itu tanpa adanya klarifikasi kepadanya.
"Kemudian malah digoreng sedemikian rupa. Bahkan ada tulisan artikel tentang hal tersebut yang dimuat pada website resmi Partai Demokrat," kata Anas.
Anas mengatakan mudah untuk membuktikan bahwa pertemuan itu tak pernah ada. Caranya, menurut Anas dengan memeriksa buku tamu, CCTV dan menanyakan langsung kepada warga di Sukamiskin. "Tidak ada tempat kunjungan tamu yg tertutup, tidak ada warga yg bisa merahasiakan tamunya. Apalagi kalau itu sebuah pertemuan," kata Anas.
Anas lantas menyebut orang yang menyebarkan serta mempercayai surat itu menyedihkan. Dia menganggap penyebaran surat itu sebagai langkah picik serta mengkhianati semangat dan kampanye antifitnah dan hoax.
"Saya mengerti bahwa jihad mencari keadilan adalah tindakan mulia. Tapi mencari keadilan yang disertai dengan pembiaran penyebaran hoax dan fitnah justru berarti membelakangi keadilan itu sendiri dan terkesan lebih mementingkan gincu," kata Anas.
Anas mengatakan, pihak yang menjadi korban fitnah sebenernya adalah dia. Fitnah yang dimaksud Anas adalah tentang gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dan uang Rp 100 miliar dalam kasus korupsi pembangunan kompleks olahraga Hambalang, yang menjerumuskannya ke dalam penjara saat ini. "Sakitnya masih harus saya dan keluarga jalani sampai hari ini," kata dia.
Selaku korban fitnah, Anas mengatakan tidak akan menyakiti orang lain, termasuk SBY, dengan cara yang sama yaitu melalui fitnah. Anas beralasan dia percaya takdir dan akan datangnya hari keadilan. "Saya tidak tega dan tidak suka memakan bangkai saudaranya sendiri. Itu menjijikkan!", ujarnya.
Pada penutup suratnya, walau tak menyebutkan secara tegas tentang perang yang saat ini terjadi, Anas Urbaningrum memastikan itu bukan perang nya. "Jadi, sudahlah. Apalagi yang kurang? This is not my war. Ini hanya pernyataan kebenaran," kata dia.
Sumber: Tempo