SUKABUMIUPDATE.com - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI Sarifuddin Sudding mengatakan pihaknya bakal membuat aturan kode etik dan tata acara pascapengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Kode etik dan tata acara ini untuk membatasi makna dalam frasa "merendahkan martabat DPR dan anggota DPR" pada pasal 122 UU MD3.
"Kami diminta untuk memberi parameter dalam konteks pasal ini bisa dikategorikan melakukan atau diduga merendahkan anggota DPR," kata Sudding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 13 Februari 2018.
Politikus Partai Hanura ini mengatakan penyusunan tata kode etik dan tata cara ini juga untuk menghindari kriminalisasi. "Ada kualifikasinya," kata Sudding. Ia menargetkan tata kode etik ini bakal rampung pada masa sidang berikutnya.
Pasal 122 UU MD3 menjadi polemik dan menjadi isu krusial di sepanjang pembahasan revisi. Koalisi masyarakat sipil, sebelumnya, menilai keberadaan pasal ini berpotensi menciptakan penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi antikritik oleh DPR.
Sudding mengatakan pihaknya tetap akan berhati-hati dalam memproses laporan yang masuk ke MKD. "Kita akan buat tata acaranya jika ada anggota DPR meminta kita mewakili melakukan proses hukum yang dirasa merugikan. Kita tidak akan sembrono," ujarnya.
Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menuturkan tak ada yang istimewa dari pasal ini. Sebab, kata dia, pasal ini telah diatur dalam pasal 119 UU MD3 sebelum direvisi. "Masyarakat mungkin jarang mendengar MKD melaporkan dan melakukan proses hukum," kata dia.
Dasco, yang juga politikus Partai Gerindra ini, mengatakan bahwa sebelumnya MKD menerima banyak pengaduan soal dugaan merendahkan DPR dan anggota DPR sebelum UU MD3 disahkan. Namun, tidak pernah dilaporkan ke kepolisian. "Kita bisa melakukan proses hukum meski tidak pernah kita lakukan," ujarnya.
Sumber: Tempo