SUKABUMIUPDATE.com - Johannes Marliem, penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1, yang digunakan dalam proyek e-KTP, meninggal pada Jumat (11/8/2017)a. Marliem merupakan salah satu saksi dalam kasus e-KTP.
Marliem diberitakan meninggal di Amerika Serikat, tapi penyebab kematiannya masih belum jelas. Beberapa media asing menyebutkan Marliem tewas bunuh diri, ada pula yang mengatakan Marliem tewas tertembak oleh tim SWAT yang berusaha menyelamatkan keluarganya dari penyanderaan.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya sudah menawarkan perlindungan kepada semua saksi kunci kasus korupsi jika ada yang merasa jiwanya terancam. Namun perlindungan itu tidak bisa dipaksakan.
"Perlindungan saksi itu diatur di UU. Kami tidak bisa memaksa saksi tertentu dilindungi tanpa persetujuan mereka," kata Febri melalui pesan singkat, Sabtu (12/8/2017).
Febri mengatakan, posisi Marliem saat ini adalah sebagai warga negara Amerika Serikat yang tinggal di sana sehingga KPK semakin terbatas untuk memberikan perlindungan. "Perlu diingat juga posisi yang bersangkutan di Amerika," ujarnya.
Selain itu, saat ini KPK berhati-hati dalam memberikan perlindungan kepada saksi. Ini terkait dengan salah seorang saksi yang membuka informasi soal rumah aman yang dirahasiakan KPK untuk melindungi para saksi.
"Yang seharusnya jadi pelajaran saat ini adalah jangan sampai upaya perlindungan terhadap saksi dibuka dan dipublikasikan, misalnya safe house yang dibuka sedemikian rupa oleh pansus kemarin seharusnya tidak terjadi,"ujar Febri.
Johannes Marliem disebut-sebut sebagai saksi kunci kasus megakorupsi e-KTP, karena ia mengantongi bukti pembicaraan para perancang proyek e-KTP selama empat tahun. Ia meyakini, rekaman pembicaraan itu dapat menjadi bukti untuk menelisik korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.
Sumber: Tempo