SUKABUMIUPDATE.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak seluruh keberatan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani terhadap dakwaan jaksa penuntut umum KPK. Miryam didakwa memberikan keterangan palsu dalam perkara korupsi proyek e-KTP.
"Mengadili menolak keberatan tim penasihat hukum Miryam S. Haryani untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Frangki Tambuwun saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/8/2017).
Frangki juga menyatakan dakwaan penuntut umum nomor 40/4/07/2017 tanggal 3 Juli 2017 telah memenuhi syarat formal dan material sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP. "Dan sah menurut hukum serta dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara ini," katanya.
Miryam sebelumnya mengajukan keberatan atas dakwaan karena memandang perkara pemberian keterangan palsu bukan kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, melainkan kewenangan peradilan umum. Sebab, Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan kepada Miryam tercantum dalam Bab III Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pidana lain.
Menurut majelis hakim, tim kuasa hukum Miryam memberikan penafsiran sendiri. Adanya Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah untuk melindungi kepentingan hukum demi kelancaran pengungkapan perkara korupsi. "Keberatan PH yang mengatakan pengadilan Tipikor tidak berwenang tidak mempunyai alasan hukum sah dan harus ditolak," kata Frangki.
Miryam juga keberatan karena perkara pokok yang menjadikannya terdakwa, yakni korupsi e-KTP, belum berkekuatan hukum tetap. Sehingga jaksa tidak berwenang memproses Miryam sebagai terdakwa pemberi keterangan palsu.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa proses hukum perkara Miryam tak perlu menunggu perkara pokok korupsi e-KTP diputus dan berkekuatan hukum tetap. "Tak ada ketentuan harus menunggu perkara lain selesai. Oleh karenanya keberatan itu tidak beralasan dan harus ditolak," ujar Frangki.
Majelis memutuskan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk mengadili perkara Miryam S. Haryani. Oleh karena keberatan ditolak seluruhnya, maka majelis menetapkan untuk melanjutkan pemeriksaan politikus Hanura tersebut atas dasar dakwaan jaksa. Terkait putusan tersebut, Miryam menerimanya.
Sumber: Tempo