SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akan mempelajari fakta-fakta yang belum dipertimbangkan majelis hakim dalam memberikan vonis dua terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto. Sebab, banyak nama anggota DPR yang tidak muncul di dalam putusan yang disusun majelis hakim.
"Terkait dengan nama lain yang tidak muncul, kami sedang mempelajari mana saja fakta-fakta sidang yang belum dipertimbangkan. Hal ini akan menjadi salah satu materi jika upaya hukum dilakukan," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (21/7/2017).
Vonis Irman dan Sugiharto dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis (20/7/2017). Putusan itu menetapkan Irman dan Sugiharto terbukti bersalah melakukan korupsi proyek e-KTP. Irman dihukum 7 tahun penjara, sedangkan Sugiharto divonis 5 tahun penjara.
Putusan majelis hakim sama dengan tuntutan jaksa pada KPK. Namun, karena ada beberapa fakta yang belum diurai oleh hakim, jaksa menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Meski demikian, kata Febri, poin penting dalam putusan itu adalah hakim meyakini adanya korupsi dalam pengadaan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Bahkan, hakim meyakini korupsi sudah dimulai sejak tahap penganggaran.
Pada proses penganggaran proyek e-KTP, hakim hanya menyebutkan tiga anggota DPR yang terbukti menerima duit. Mereka adalah Markus Nari, Miryam S. Haryani, dan Ade Komarudin. Padahal, dalam tuntutan jaksa, ada puluhan nama DPR yang disebut menerima aliran dana.
Jaksa KPK Irene Putri juga menyatakan bahwa ada fakta-fakta dalam kasus korupsi e-KTP yang tidak diuraikan oleh hakim, yaitu soal proses penganggaran proyek di DPR. Menurut dia, hakim hanya menyebut nama yang terbukti menerima duit tanpa menjelaskan alasannya. "Dalam putusan ini jelas hakim meyakini mereka terima, tapi kemudian hakim tidak menjelaskan mengapa mereka menerima," kata Irene.
Sumber: Tempo